Keadilan Lingkungan via Tanggung Jawab Mutlak

Richaldo Y Hariandja
31/5/2017 07:15
Keadilan Lingkungan via Tanggung Jawab Mutlak
(Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani. -- MI/Ramdani)

KONSEP pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) se­harusnya tidak diganggu gugat. Beberapa kasus kebakaran hutan dan lahan dimenangi pemerintah saat hakim memakai konsep tersebut.

Yang terbaru, kemenangan perdata Kementerian Ling­kung­an Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap PT Nasional Sago Prima (NSP) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. PN Jaksel mewajibkan perusahaan tersebut membayar denda hingga Rp1,07 triliun atas kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2014.

“Jadi, ketimbang mengajukan judicial review atas pasal tersebut, lebih baik APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia) dan Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) membenahi tata kelola dan berfokus pada pencegahan kebakaran hutan yang kerap terjadi di wilayah anggota mereka,” ucap Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Rasio Ridho Sani saat di­hubungi Media Indonesia, ke­marin.

Saat ini, APHI dan Gapki meng­ajukan judicial review ter­hadap UU PPLH. Salah satu pasal yang digugat ialah pasal 88 yang mengatur strict liabili­ty tersebut.

Menurut pria yang akrab disapa Roy tersebut, dirinya mengapresiasi para hakim yang menggunakan konsep strict liability saat memimpin persidangan kasus LHK.

Menurutnya, hal itu sudah se­suai dengan semangat UU PPLH dan jaminan pemerintah untuk memberikan lingkung­an yang baik kepada masyara­kat.

“Jadi kalau ada yang perma­salahkan hukumnya, seper-ti­nya mereka tidak concern pen­­cegahan kebakaran hutan dan lahan. Daripada menghabiskan energi untuk menggugat UU, lebih baik perbaiki tata kelola saja,” tegas Roy.

Untuk kasus terbaru, pemerintah sedang menjalani delapan proses penegakan hukum perdata baik di persidangan maupun sudah memiliki putusan pengadilan dan ban­ding. Sementara itu, saat ini ter­dapat tiga perusahaan yang sedang menjalani persiapan eksekusi.

“Belum lama ini kami juga menang banding atas PT JJP (Ja­tim Jaya Perkasa), kalau tidak ada proses banding lagi, akan maju ke eksekusi,” tukas Roy.

Lemahkan hukum
Secara terpisah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai upaya judicial review terhadap UU PPLH merupakan upaya melemahkan hukum, terutama lingkungan.

Untuk itu, Walhi meminta seluruh warga negara agar me­lawan lupa atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang telah dilakukan kekuatan korporasi dalam kurun waktu yang sangat panjang.

“Ini merupakan upaya melemahkan negara dan supremasi hukum, dan juga upaya sistematis melawan perintah konstitusi dan UU dan upaya menghindari hukum dalam bisnis yang mereka lakukan,” ucap Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati dalam keterangan tertulis.

UU PPLH merupakan salah satu UU yang sangat progresif melindungi lingkungan hidup dan keselamatan rakyat. Untuk itu, aparat penegak hukum ti­dak ragu membawa kasus ke­jahatan korporasi ke ranah hukum. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya