Daerah Butuh Lulusan Sarjana

Puput Mutiara
22/5/2017 07:47
Daerah Butuh Lulusan Sarjana
(Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kemendes PDTT Johozua M Yoltuwu -- ANTARA FOTO/HO/Andri)

SETIAP tahun ribuan mahasiswa tingkat strata 1 (S-1) dan magister atau S-2 banyak dilulusan perguruan tinggi (PT). Sayangnya, hanya segelintir di antara mereka yang bersedia bekerja dan mengabdi di daerah tertinggal, khususnya wilayah Indonesia Timur.

Dalam Seminar Nasional Kemitraan Strategis dalam Mendukung Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal yang diselenggarakan Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Stiami di Jakarta, kemarin, bahasan soal kebutuhan sarjana untuk daerah tertinggal sempat terlontar. Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Johozua M Yoltuwu, mengatakan mayoritas desa tertinggal masih sangat membutuhkan sumber daya manusia yang ahli di bidang pertanian, pertambangan, perikanan, perhutanan, dan agrobisnis. “SDM kita di daerah tertinggal sangat kecil. Harus ada kerja sama dengan perguruan tinggi supaya lulusan yang dihasilkan mau kembali membangun desa,” ujarnya.

Apalagi, ungkap Johozua, 144 kabupaten yang saat ini masih tergolong daerah tertinggal seperti Nusa Tenggara Timur sejatinya memiliki potensi sumber daya alam yang dapat lebih dimaksimalkan. Untuk itu, SDM yang mumpuni diperlukan.

Ia berharap kerja sama lintas kementerian/lembaga dan perguruan tinggi akan mampu mewujudkan cita-cita pemerintah dalam membangun Indonesia dari pinggiran sebagaimana termaktub dalam Nawa Cita. “Ke depan kita fasilitasi supaya lulusan perguruan tinggi nanti bisa diberdayakan membangun desa,” tukasnya.

Dalam menanggapi hal itu, Rektor Institut Stiami Panji Hendrarso sepakat perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menyukseskan pembangunan ekonomi tidak hanya di kota, tetapi juga hingga desa-desa.

Berbagai upaya bisa dilakukan, misalnya, menciptakan suasana lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa agar dapat terus mengembangkan kreativitas. Alasannya, ia meyakini pembangunan ekonomi di masa depan membutuhkan SDM kreatif. “Selain menciptakan ruang kreativitas, perguruan tinggi perlu mengintegrasikan proses kreasi, produksi, dan distribusi hasil kreativitas tersebut dengan pihah-pihak terkait, termasuk pemerintah dan industri.”

Kuliah kerja sosial
Pakar pendidikan Azyumardi Azra yang diwawancarai secara terpisah menilai perlunya menghidupkan kembali prog­ram wajib Kuliah Kerja Sosial (KKS) selama tiga bulan di desa sebelum menyelesaikan prog­ram pendidikan strata 1 (S-1). “Dulu zaman Orba (Orde Baru) namanya KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang wajib diikuti setiap atau seluruh mahasiswa semua jurusan,” terangnya.

Bahkan, tidak hanya itu, ada juga program wajib Badan Urus­an Tenaga Sukarela Indonesia (BUTSI) bagi sarjana yang baru tamat sebelum bisa diterima bekerja di instansi pemerintah ataupun swasta.

Menurut Azyumardi, prog­ram-program tersebut mesti dapat terus dikembangkan serta didukung fasilitas pemerintah, tanpa terkecuali insentif khusus berupa dana dan fasilitas tempat tinggal memadai di desa.

“Jika tidak, mereka tetap enggan ke desa atau daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) karena dianggap tidak menjanjikan masa depan,” cetusnya. (*/H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya