Ahli Genetika: Manusia Indonesia Merupakan Campuran

Indriyani Astuti
16/5/2017 18:53
Ahli Genetika: Manusia Indonesia Merupakan Campuran
(Peneliti senior DNA Forensik dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. dr. Herawati Sudoyo. MI/ARYA MANGGALA)

AHLI Genetika yang juga merupakan ilmuwan Lembaga Biologi Molekular Eijkman Herawati Sudoyo memaparkan dalam sudut pandang budaya serta genetika, tidak ada lagi sebutan 'asli' bagi manusia Indonesia karena adanya percampuran.

Berdasarkan hasil penelitian genetika di laboratorium Lembaga Eijkman ditambah dengan penelitian di lapangan berkaitan dengan bahasa, etnografi, antropologi dan arkeologi dan sejarah untuk mengetahui rekonstruksi sejarah hunian kepulauan nusantara, dapat disimpulkan bahwa manusia Indonesia merupakan campuran.

"Kita lihat dari perkiraan waktu kedatangan manusia Indonesia, gambaran migrasi dan bagaimana pembauran tersebut," tutur Hera dalam seminar bertajuk 'Kebhinekaan, Warisan Budaya Nusantara dalam Tantangan Masa Kini dan Mendatang di Gedung Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Selasa (16/5).

Dijelaskan Hera, temuan arkeologi menunjukan Indonesia telah didiami oleh manusia modern sejak 50 ribu tahun lalu. Migrasi pertama dari Afrika, asal muasal manusia modern melewati paparan Sunda (Sumatera, Kalimantan dan Jawa masih bersatu).

Migrasi kedua, sambung Hera sekitar 30 ribu hingga 15 ribu tahun lalu masuk ke nusantara, gelombang ketiga migrasi manusia ke kepulauan nusantara terjadi 6000 tahun lalu berasal dari Formosa atau dikenal saat ini dengan Taiwan. Migrasi gelombang keempat, ketika masa sejarah karena adanya perdagangan pembauran dengan India, Arab dan Tiongkok.

"Penanda dari migrasi manusia salah satunya dilihat dari DNA mitokrondia yang diturunkan dari ibu ke anak. Dari motif-motif DNA tertentu kita bisa melihat migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lainnya," papar dia.

Selain itu, bahasa juga merupakan hal yang penting, untuk menelusuri migrasi manusia. Di nusantara, sebagian besar manusia Indonesia adalah penutur Austronesia, sedangkan di belahan Indonesia Timur bukan penutur Austronesia.

"Ada motif penanda DNA yaitu P dan Q di bagian Timur Indonesia, itu adalah penanda dari mereka yang berbahasa non Austonesia atau kita kenal Papua. Semakin ke Timur gradualnya semakin tinggi," kata Hera.

Jadi darisana dapat disimpulkan bahwa dari kilasan genetikan manusia Indonesia terjadi pembauran. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya