Mengecewakan, Vonis Peleceh

Putri Rosmalia Octaviyani
12/5/2017 05:15
Mengecewakan, Vonis Peleceh
(MI/Usman Iskandar)

PUTUSAN sidang atas kasus pelecehan seksual yang menimpa lima karyawan perempuan LKBN Antara berupa penjara 1 tahun 6 bulan bagi terpidana Fredrich C Kuen dianggap sebagai hasil yang mengecewakan. Hal tersebut menjadi gambaran masih lemahnya perlindungan hukum bagi perempuan di lingkungan kerja.

"Putusan 1 tahun 6 bulan tidak sesuai dengan tuntutan jaksa 5 tahun. Pelaku banding, kami sangat kecewa," ujar Tuani Sondang Rejeki Marpaung, kuasa hukum LBH Apik, di PN Jakarta Pusat, kemarin.

Tuani mengatakan lagi-lagi hakim tidak dapat memberikan keadilan terhadap perempuan.

Dalam kasus sejenis, keputusan hakim kerap tidak membuat jera korban. Dengan demikian, tindakan serupa sangat besar peluangnya untuk terus terulang pada pekerja perempuan di Indonesia.

Dijelaskan Tuani, kasus yang telah dilaporkan sejak 2014 tersebut terjadi pada Maret hingga Desember 2013. Sejak saat itu, proses hukum terus berjalan.

Namun, karena kurangnya alat bukti dan saksi, proses hukum menjadi sangat panjang, memakan waktu hingga tiga tahun.

"Proses hukum yang cukup lama membuat para korban hampir putus asa karena ber-ulang kali dimintai keterangan di tingkat penyidikan sampai dengan proses gelar perkara," ujar Tuani.

Fredrich terbukti melakukan tindak pidana perbuatan cabul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP terhadap beberapa karyawati yang menjadi bawahannya. Sebelumnya Kejaksaan tinggi Jakarta telah menahan FC sejak awal Januari 2017.

Harus maksimal

Koordinator Presidium Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Ellena Ekarahendy, mengatakan hukuman maksimal bagi pelaku harus diberikan hakim untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan supaya memenuhi keadilan bagi para korban.

Kasus kekerasan seksual, dalam bentuk apa pun, terhadap pekerja yang terjadi dalam ruang kerja apalagi memanfaatkan relasi kuasa antara atasan dan bawahan tidak dapat ditoleransi.

"Atas terjadinya sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kerja, Sindikasi juga mendesak agar setiap perusahaan media dan industri kreatif dapat menerapkan kebijakan antikekerasan seksual di tempat kerja untuk menjamin mekanisme penanganan kasus yang berpihak pada korban, menjamin hak pendampingan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban, serta untuk mendorong pemberian sanksi perusahaan dan sanksi hukum yang maksimal bagi para pelaku kekerasan seksual di tempat kerja," ujar Ellena.

Ia juga mengimbau terbentuknya sistem pendukung (support system) di dalam tempat kerja.

Selain itu, perlu dipastikan terjalinnya koordinasi antara perusahaan dan lembaga pendamping agar pekerja media dan industri kreatif yang mengalami tindak kekerasan seksual dapat merasa aman untuk melaporkan kekerasan yang dialami.

Terutama untuk membawa kasus kekerasan tersebut ke ranah hukum.

(H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya