Umat Budha Diajak Balas Budi Pada Bangsa dan Negara

Tosiani
11/5/2017 08:53
Umat Budha Diajak Balas Budi Pada Bangsa dan Negara
(ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho)

PADA perayaan Waisak 2017 / 2561 BE ini, umat Budha diajak untuk punya tujuan balas budi pada negara dan bangsa. Pasalnya, negara dan bangsa adalah majikan bagi umat manusia.

Demikian disampaikan Bhiksu Yang Arya Ryozo Tozawa dari Majelis Niciren Shoshu Buddha Dharma Indonesia (MNSBDI) usai memimpin upacara Waisak di kompleks Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu Malam (10/5).

"Manusia yang belajar ajaran Budha juga harus punya tujuan balas budi. Ada empat jenis balas budi dan melaksanakannya, salah satunya balas budi kepada majikan. Kita dapat hidup di negeri ini karena adanya majikan yakni bangsa dan negara. Jadi kita harus balas budi kepada bangsa dan negara," tutur Y.A. Ryozo Tozawa.

Bhiksu Ryozo Tozawa menjelaskan, cara membalas budi pada negara dan bangsa adalah dengan 'esyo funi', yakni kesatuan manusia dan lingkungan. Manusia dan lingkungan adalah dua hal yang terikat. Karenanya, jika manusia dipenuhi kegembiraan, maka pertanda baik akan muncul di langit.

Sebaliknya jika manusia punya jiwa yang keruh, maka peristiwa tidak lazim akan muncul di langit dan menimbulkan bencana. "Jika dapat membuang dan mematahkan kekeruhan jiwa, maka dengan karunia agung Nammyohorengekyo akan menyucikan seluruh manusia dan lingkungan. Dari satu manusia menyebar ke manusia lainnya. Begitu kita membalas budi kepada bangsa dan negara," ujar Bhiksu Tozawa.

Pada kesempatan Waisak itu, Bhiksu Tozawa mendoakan agar Indonesia lebih tentram. Bhiksu mengajak umat untuk mewujudkan tujuan kosenrufu dunia agar tercapai tanah Budha yang suci dan tentram di tempat ini.

"Hidup demikian singkat, sehingga kita tidak boleh menyia-nyiakannya. Kita harus mewujudkan tanah yang suci dan tentram," ujar bhiksu.

Bhiksu Tozawa juga menyoroti kondisi manusia dan masyarakat yang demikian kacau belakangan ini. Menurut bhiksu, kekacauan yang terjadi bersumber dari jiwa manusia yang keruh. Untuk mencapai tanah yang suci, maka manusia harus membersihkan kekeruhan di dalam jiwa.

"Keadaan manusia dan masyarakat saat ini sangat kacau. Kita harus memahami kekacauan ini bersumber dari jiwa yang keruh. Apakah tanah ini akan menjadi tanah yang suci atau tanah yang kotor, tergantung pada jiwa kita," kata Bhiksu Tozawa.

Perayaan Waisak pada Rabu lalu diawali dengan prosesi pindhapata. Yakni umat budha berkesempatan memberikan sumbangan pada para bhiksu yang berjalan di area pecinan, sekitar Jalan Pemuda Kota Magelang. Prosesi tersebut dilakukan pada Rabu Pagi.

Pada sore harinya, ratusan umat buddha dari berbagai sekte melaksanakan kirab dari Candi Mendhut menuju Candi Borobudur. Setelah itu mereka melaksakan upacara sembahyang waisak di masing-masing tenda majelis.

Acara dilanjutkan dengan menerbangkan lampion. Terakhir detik-detik waisak berlangsung pada Kamis (11/5) dini hari.

Berbeda dengan perayaan tahun-tahun sebelumnya, pada Waisak tahun ini terpantau berlangsung lebih lancar. Pengunjung dan umat yang datang lebih leluasa masuk ke area candi. Jalanan di sekitar candi juga tidak semacet pada perayaan sebelumnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya