Perbedaan adalah Rahmat

Anastasia Arvirianty
07/5/2017 18:59
Perbedaan adalah Rahmat
(ANTARA/Mohammad Ayudha)

MULTIKULTURALISME di Indonesia adalah bukti hidup sejarah bangsa. Para pejuang dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), bersatu bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan negara. Maka, sudah selayaknya perbedaan dilihat sebagai sebuah rahmat, alasan saling bertemu, memperkaya, dan merayakan solidaritas.

Demikian disampaikan Ketua Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Pius Riana Prapdi, saat dijumpai dalam acara Joyful Run & Walk 2017, di Tangerang, Minggu (7/5).

Lebih lanjut, ia mengatakan, perbedaan dan keberagaman di Indonesia mestinya dirayakan. Sebab Indonesia adalah negara yang sangat plural, perbedaan suku, bahasa, dan bahkan agama itulah yang membuat Indonesia menjadi Indonesia, dan Pancasila menjadi Pancasila. Sejarah membuktikan bahwa di Indonesia perbedaan menjadi sebuah kekuatan untuk menjadi bangsa, bukan memecahbelahkan.

"Hal tersebutlah yang mau kami teguhkan, tegaskan, saksikan bersama, bahwa Indonesia itu mampu hidup dalam perbedaan dan mampu mewujudkan janji bahwa ke depannya perbedaan itulah yg membawa perubahan dan kemajuan," ujarnya.

Ia menilai, saat ini adalah titik krusial bagi multikulturalisme. Sehingga ini adalah momen untuk menguatkan kembali semangat keberagaman di Indonesia.

Menurut Uskup Ketapang ini, untuk merayakan keberagaman tersebut para pemuda, termasuk pemuda Katolik, memiliki peran penting, salah satunya sebagai agen perubahan. Ia menilai, para emuda Katolik saat ini adalah wujud gereja masa kini dan masa depan.

"Para pemuda saat ini memiliki sebuah potensi yang sangat besar, kreativitas tak terbatas, tetapi masih banyak yang belum memiliki kepercayaan diri. Penyebabnya keterbatasan pendidikan, kesenjangan-kesenjangan yang rentangnya sangat jauh. Sehingga kapasitas potensi mereka belum benar-benar dimaksimalkan,'' papar Pius.

Sehingga, Federasi Konferensi Waligereja Asia, menggelar perhelatan bertajuk Asian Youth Day (AYD) yang diselenggarakan setiap tiga sampai lima tahun sekali sejak 1999, dan diikuti oleh kaum muda Katolik dari seluruh Asia. Acara tersebut mirip dengan Hari Kaum Muda Dunia. AYD dilakukan bekerja sama dengan Office of Laity & Family, Youth Desk dan negara yang menjadi tuan rumah perhelatan. Pada helatan sebelumnya AYD dilangsungkan di Daejeon, Korea Selatan.

Ketua Umum AYD 2017 Romo RD Antonius Haryanto menambahkan, pada 2017 ini, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah AYD ke-7 pada 30 Juli 2017–6 Agustus 2017 di Yogyakarta. Dengan tema AYD tahun ini, diharapkan dapat menumbuhkan tingkat toleransi masyarakat, termasuk para pemuda Katolik, dengan melihat dan merasakan langsung budaya, bahasa dan karakter yang begitu berbeda. Sehingga, nantinya para peserta dapat merasakan kompleksitas dalam hidup di tengah masyarakat majemuk.

"Nuansa persaudaraan dan kekeluargaan selama AYD diharapkan membantu orang muda Katolik mengembangkan diri, mempromosikan budaya, menumbuhkan solidaritas, dan komitmen untuk mewujudkan masa depan global yang lebih baik," ujar Romo Antonius.

Sebagai bagian dari rangkaian acara AYD 2017, KWI mengadakan acara pra-event yakni Joyful Run & Walk di Mal Alam Sutera, Tangerang, Minggu (7/5), dan diikuti lebih dari 5.500 peserta dari berbagai latar belakang yang berbeda. Acara ini bertujuan untuk masyarakat Jakarta dan sekitarnya untuk bisa membangun kesatuan dan persaudaraan lewat olahraga bersama.

Acara Joyful Run & Walk ini juga akan dihadiri oleh berbagai selebritas Katolik seperti Daniel Mananta, Susan Bachtiar, Candra Wijaya, Citra Scholastika, Nugie, Lisa A Riyanto, dan lainnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya