Tangkal Radikalisme, Sekolah Jangan cuma Ajarkan Ritual

Syarief Oebaidillah
26/4/2017 22:35
Tangkal Radikalisme, Sekolah Jangan cuma Ajarkan Ritual
(Ilustrasi)

ANCAMAN radikalisme didunia pendidikan harus dihadapi dengan kerja bersama berbagai elemen masyarakat khususnya guru dan sekolah. Di sekolah mesti ditumbuhkan program keagamaan yang sebatas teori dan ritual.

"Guru agama, PPKN, dan guru mata pelajaran lain bersama kepala sekolah harus menumbuhkan program keagamaan yang bukan hanya sebatas teori dan ritual tetapi terputus dari hubungan kemanusiaan yang penuh toleransi dalam prakteknya," kata Dosen Psikologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Ifa H Misbach pada diskusi 'Merajut Kebinekaan di Dunia Pendidikan' di Jakarta, Rabu (26/4).

Menurut Ifa, metode mengajar moral sudah usang memakai indoktrinasi dan hafalan mati yang kaku. Sebaiknya, kata dia, diperluas ruang-ruang self-discovery atau penemuan diri melalui refleksi.

Ifa menambahkan, untuk bisa mencapai refleksi harus dilalui dengan memasuki pengalaman-pengalaman dilematis, tidak bisa hanya sampai tataran kognitif dan emosi.

"Guru-guru yang mengajarkan moral dan agama harus mengalami sendiri keluar dari zona kenyamanan, mau membuka diri terhadap stigma-stigma kafir, syiah, komunis yang selama ini disampaikan dengan narasi kebencian untuk menyelami dan berdialog agar terus memperkecil dan menghilangkan jurang perbedaan prasangka terhadap stigma tersebut."

Karena itu dia mengusulkan perlu ada program silaturahim saling mengunjungi sekolah dengan keyakinan berbeda atau mengunjungi rumah-rumah ibadah lain seperti yang dilakukan Yayasan Cahaya Guru.

"Program mengirimkan anak pada keluarga yang berbeda agama juga akan mewarnai pengalaman nyata pada anak untuk memiliki perspektif keberagaman," cetusnya.

Dalam kaitan dengan kebinekaan, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud) Kemendikbud tengah melakukan kajian untuk mengidentifikasi permasalahan intoleransi dan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan kebinekaan di satuan pendidikan.

Nur Berlian Venus Ali, peneliti Puslitjakbud mengatakan kajian itu dilakukan secara kualitatif di Kota Singkawang dan Salatiga yang memiliki masyarakat beragam dari sisi agama, etnis dan budaya.

Salah satu hasil kajian itu, sebagian pemerintah daerah kurang memiliki inisiatif dalam program kebinekaan di sekolah dan pihak sekolah dianggap terlalu menekankan kemampuan kognitif. Selain itu, kata dia, belum semua sekolah memberikan pelayanan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianut siswa. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya