Kakak Beradik Raih Medali Emas di Kompetisi Riset Tingkat Dunia

Puji Santoso
26/4/2017 13:53
Kakak Beradik Raih Medali Emas di Kompetisi Riset Tingkat Dunia
(Ilustrasi)

MATA Fira berkaca-kaca. Sesaat setelah itu, dia memeluk Pras, adik kandungnya sesaat setelah Dewan Juri International Centre of Young Scientist menyepakati Fira dan Pras berhak menerima medali emas bersama dengan peserta dari Jerman.

Bersamaan dengan itu, enam delegasi Indonesia dan seratusan peserta lainnya dari berbagai negara melakukan standing aplaus prestasi pemenang di bidang riset level internasional itu. Yang membanggakan lagi bagi delegasi Indonesia, Fira dan Pras dinyatakan meraih skor tertinggi dibanding tim dari Jerman.

"Saya dan Pras dinyatakan tim juri meraih skor tertinggi mutlak. Yang meraih perak tim Belanda dan Singapura. Sedangkan peraih medali perunggu adalah tim dari Bellarus, Bulgaria, dan Jerman," ujar Fira menjawab Media Indonesia ketika ditemui di sekolahnya di kompleks Cemara Asri di Medan, Sumatra Utara, Rabu (26/4).

Fira dan Pras adalah dua remaja kakak beradik yang benar-benar membuat semua orang kagum dan bangga. Di tangan mereka, nama Indonesia menjadi harum di kancah dunia ilmu pengetahuan internasional.

Meskipun masih belia, Fira Fatmasiefa (16) dan adiknya Brasmasto Rahman Prasojo (14), sudah berhasil mengukir prestasi tingkat dunia. Mereka berdua meraih medali emas dengan skor tertinggi dalam ajang kompetisi peneliti muda tingkat internasional (International Centre of Young Scientist) yang berlangsung di Stuttgart, Jerman, dari 16 hingga 23 April 2017 ini.

Dua medali emas yang mereka raih itu setelah sebelumnya menyisihkan para peserta peneliti muda lainnya yang berasal dari 30 negara. Penelitian yang mereka lakukan di bidang komputer science itu, membuat dewan juri terpukau. Hingga Fira dan Pras meraih untuk masing-masing kategori Reseach Presentation dan Poster Session, dengan judul riset Braille Learning Algorithm.

Riset Fira dan Pras ini mengulas pentingnya sebuah alat untuk kaum tuna netra agar dapat belajar huruf Braille sendiri.

Diah Purworini (43), ibu kedua remaja ini, mengatakan bahwa penemuan alat untuk kaum tuna netra ini dilatarbelakangi oleh pengalaman mereka berdua berkunjung ke sebuah panti asuhan di Medan, tempat penyandang tuna netra itu berkumpul.

"Anak-anak saya ini melihat para orang tuna netra itu sebelumnya sudah pernah melihat. Namun karena sesuatu mereka tidak dapat melihat lagi. Anak saya Fira sempat menangis melihat mereka karena merasa iba. Dia bilang ke saya bahwa dirinya bersama adiknya akan berupaya membantu mereka untuk mempermudah mempelajari hurup Braille," ujar Diah.

Putra putri pasangan dr. Gde Pardianto dan dr. Diah Purworini ini sejak duduk di bangku sekolah dasar memang sudah terbiasa dengan dunia riset. Saat duduk di bangku SD Pertiwi Medan, Sumatra Utara, kedua kakak beradik ini tercatat telah berhasil menemukan sebuah alat alarm ompol untuk bayi yang disebut Wet Alarm for Baby.

Bahkan setahun yang lalu, Pras juga berhasil meraih medali perak di ajang kompetisi peneliti muda tingkat Asia di India. Namun disayangkan prestasi tingkat dunia yang diperoleh mereka itu luput dari perhatian pihak Pemprov Sumatra Utara, maupun Pemko Medan atau Pemkab Deliserdang. Hal ini bisa dilihat dari ketidakadanya kepedulian pemerintah daerah untuk ikut membiayai keberangkatan mereka ke Jerman.

"Tidak ada sedikitpun Fira dan Pras dibantu oleh pemerintah daerah. Semua kami perjuangkan sendiri bersama pihak sekolah dan pihak keluarga Fira dan Pras," ujar Rita, Kepala Sekolah SMP dan SMA Chandra Kusuma kepada Media Indonesia. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya