Vaksinasi HPV di Usia Muda Lebih Efektif

(Nik/H-2)
12/4/2017 05:15
Vaksinasi HPV di Usia Muda Lebih Efektif
(AFP/ORLANDO SIERRA)

VAKSINASI human papilloma virus (HPV) merupakan salah satu cara mencegah kanker serviks atau kanker leher rahim. Pemerintah berencana memasukkan vaksinasi HPV dalam program vaksinasi nasional. Provinsi DKI Jakarta yang terpilih sebagai area percontohan awal telah menjalankan vaksinasi HPV pada anak-anak perempuan kelas 5 sekolah dasar. "Pemilihan siswi kelas 5 SD atau usia 10 tahunan itu bukan tanpa alasan. Kalau vaksinasi dilakukan saat lulus SMA, kita bisa kecolongan. Bila diberikan di usia 10 tahun, anak sudah terlindungi sejak dini,” ujar Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Prof dr Andrijono pada diskusi bertajuk Vaksinasi HPV, Upaya Aman, dan Efektif Cegah Kanker Serviks di Jakarta, Rabu (11/4).

Sebab, lanjutnya, penularan HPV utamanya terjadi melalui hubungan seksual. Diharapkan, sebelum anak aktif berhubungan seksual, ia sudah terlindungi. Selain itu, lanjutnya, vaksinasi di usia muda menunjukkan efikasi yang lebih baik. Data di Swedia menunjukkan, bila vaksinasi diberikan di usia kurang dari 17 tahun, efikasinya mencapai lebih dari 75%. "Dan jika diberikan pada usia 9-13 tahun. Vaksin cukup diberikan dalam dua dosis (2 kali suntikan), sedangkan di usia 14-45 tahun harus diberikan dalam 3 dosis," terang dokter spesialis kandungan dan kebidanan itu. Menurutnya, jika dibandingkan dengan pemeriksaan screening atau deteksi dini melalui papsmear maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), vaksinasi HPV jauh lebih efektif. Sebab, langkah itu mencegah infeksi HPV yang merupakan penyebab sebagian besar kasus kanker serviks.

"Bila saat screening ditemukan lesi prakanker, perlu dilakukan terapi dan akan ada morbiditas (kesakitan) yang terjadi. Bila lesi prakanker sudah grade 3, rahim harus diangkat sehingga perempuan tersebut tidak bisa punya anak lagi. Akan tetapi, jika dengan vaksin, dengan 2-3 suntikan, sudah mendapat proteksi hingga 15 tahun. Vaksin ini melindungi dari kanker serviks sampai 70%," papar Andrijono. Ia menambahkan, keamanan vaksin HPV telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Pada program vaksinasi di Jakarta tahun lalu, tidak ada keluhan efek samping kecuali bengkak/nyeri di lokasi suntikan. "Di seluruh dunia pun tidak ditemukan efek samping yang serius," imbuhnya.

Andrijono mengingatkan, salah satu penyebab tingginya insiden kanker serviks di Indonesia yakni tingginya kasus pernikahan dini. Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2010, pernikahan perempuan di bawah 19 tahun mencapai 45%. Di sisi lain, cakupan screening di Indonesia masih sangat rendah, cakupan metode IVA hanya 3,5% dari total perempuan yang sudah berhubungan seksual, dan pap smear hanya 7,7%. “Karenanya kita perlu meloncat ke program vaksinasi. Kalau infeksi HPV bisa dicegah, kanker serviks bisa dicegah,” tegasnya.

Pada kesempatan sama, Kasubdit Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine, mengungkapkan alasan program vaksinasi HPV baru sekarang direncanakan masuk program vaksinasi nasional. Padahal vaksin HPV sendiri sudah ada sejak 10 tahun lalu. “Dulu Indonesia belum bisa memproduksi vaksin HPV sehingga harus impor, sedangkan vaksin impor sangat rentan terputus. Harga vaksin pun harus terjangkau. Sekarang kita (Biofarma, perusahaan vaksin milik negara) sudah bisa memproduksi vaksin HPV," ujarnya. (Nik/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya