Cegah Bunuh Diri, Dampingi Penderita Bipolar

Indriyani Astuti indriyani@medaindonesia.com
12/4/2017 04:45
Cegah Bunuh Diri, Dampingi Penderita Bipolar
(THINKSTOCK)

PELUKIS terkenal dari Belanda, Vincent van Gogh, didiagnosis mengalami gangguan bipolar semasa hidupnya. Ia kemudian bunuh diri. Penyakit bipolar seperti yang diderita Van Gogh itu memang dapat berkembang menjadi penyakit jiwa yang serius, yakni skizofrenia, jika tidak ditangani secara tepat. Penderitanya bahkan rentan melakukan bunuh diri, seperti yang dilakukan Van Gogh. Padahal, itu bisa dicegah bila lingkungan di sekitar penderita, terutama keluarga, mendukungnya. Wujudnya antara lain tindakan mempercepat deteksi dini kelainan kejiwaan tersebut dan mendorong kepatuhan pasien untuk berobat. Dengan demikian, mereka dapat menjalani hidup secara optimal. Mengenali gejala dan faktor risiko gangguan bipolar sangat penting agar kasusnya tidak semakin rumit. Seperti dikatakan psikiater sekaligus Kepala Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Agung Kusumawardhani, gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang ditandai adanya periode perpindahan mood (suasana hati), pikiran, energi, dan perilaku.

Seseorang dengan gangguan bipolar mengalami perubahan mood yang dramatis. Mood yang semula meningkat (manik), berubah menjadi mood yang sangat menurun (depresi) terjadi dalam periode waktu tertentu. Selama hidupnya, seorang penderita bipolar rata-rata mengalami episode tersebut tujuh hingga sembilan kali. Biasanya, episode manik terjadi sekitar satu minggu. Pada kondisi itu pasien sangat aktif, memiliki banyak ide, bahkan tidak butuh tidur. "Episode depresi rata-rata berlangsung minimal dua minggu dengan kondisi pesimistis, produktivitas menurun, mengurung diri. Di antara episode perubahan mood, dapat terjadi periode mood yang normal," ujarnya dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang Jakarta (PDSKJI Jaya) dalam memperingati Hari Bipolar Sedunia, beberapa waktu lalu.

Prevalensi 4%
Menurutnya, prevalensi penderita gangguan bipolar di Indonesia berkisar 1% hingga 4% dari total populasi. Gangguan bipolar ditemukan lebih banyak pada kelompok yang memiliki status sosial ekonomi dan edukasi tinggi. Dari sisi usia, gejala pertama kali ditemukan biasanya pada usia remaja hingga dewasa, yaitu 15 hingga 25 tahun ke atas.
Agung menjelaskan, pada pasien gangguan bipolar tertentu dapat ditemukan gejala psikosis atau pikiran-pikiran yang tidak realistis, yang cenderung terjadi pada puncak episodenya. Oleh karena itu, ketika penderita bipolar mengalami episode depresi, jangan dibiarkan sendirian guna menghindari hal yang tidak diinginkan.
Sayangnya, hal tersebut sering terabaikan oleh orang-orang di sekitar penderita. "Orang dengan gangguan bipolar berisiko bunuh diri lebih besar 20 kali lipat bila dibandingkan dengan populasi umum," ujarnya.

Lebih lanjut Agung mengatakan gangguan bipolar dapat dikendalikan apabila diagnosis dilakukan secara tepat. Salah satu cara mendiagnosis pasien gangguan bipolar ialah screening menggunakan mood disorder questionaire (MDQ). Itu dilanjutkan dengan pemeriksaan secara klinis dan terapi dengan obat atau psikoterapi. "Obat untuk menstabilkan mood diperlukan untuk mengontrol agar fluktuasi mood-nya tidak terlalu sering," terang Agung. Namun, ia mengungkapkan, hingga saat ini faktor penyebab gangguan bipolar belum ditemukan secara pasti. Ada dugaan bipolar disebabkan beberapa faktor. Faktor keturunan, kepribadian, dan stressor karena lingkungan termasuk yang bisa menjadi pemicu munculnya gangguan bipolar.

Salah gunakan zat
Kepala Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) yang juga dokter spesialis kesehatan jiwa, Irman Firmansyah, mengungkapkan masalah penyalahgunaan zat seperti narkotika dan alkohol sangat erat berhubungan dengan gangguan bipolar. Penyalahgunaan zat oleh penderita gangguan bipolar bahkan lebih banyak bila dibandingkan dengan oleh mereka yang mengalami gangguan jiwa lainnya. Mengutip Stephen M Strakowski dalam bukunya, Biol Psychiatry (2000), Irman menjelaskan prevalensi gangguan bipolar yang menyalahgunakan zat sekitar 40% hingga 60%. "Orang dengan gangguan bipolar biasanya melakukan itu untuk menghilangkan manik dan depresi," tuturnya.

Untuk mengatasi gangguan bipolar, kata Irman, ada dua cara. Pertama melalui farmakoterapi (terapi dengan obat) dan kedua psikoterapi. Salah satu bentuk psikoterapi yang bisa dilakukan kepada penderita bipolar ialah menulis. Sebagian penderita bipolar, kata Imran, biasanya membuat tulisan pribadi atau jurnal tentang naik turunnya mood mereka. Dengan demikian, penderita dapat mengenal baik waktu depresi maupun manik mereka dan mengendalikannya. "Di samping itu, keluarga wajib mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan gangguan bipolar. Mereka sebagai caregiver yang membantu kesembuhan," tukasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya