Mendokumentasikan Proses Bermusik

Dzulfikri Putra Malawi. dzulfikri@mediaindonesia.com
15/1/2017 00:05
Mendokumentasikan Proses Bermusik
(MI/TAMPAN DESTAWA)

KOLABORASI menjadi kata kunci dan prinsip bermusik duo asal Yogyakarta yang terbentuk Mei 2010 ini. Antusias bereksperimen dalam bermusik Rully Shabara dan Wukir Suryadi itu cocok dengan nama duet mereka, Senyawa. Musik ekspresif dan imajinatif perpaduan dari dua instrumen buatan Wukir yang unik dan vokal Rully yang menarik membuat mereka berbeda. Wukir membuat alat musik dari bambu, yakni sodet (Solet) dan bajak sawah (Garu). Mungkin bagi banyak orang musik Senyawa dianggap aneh. Tak pelak banyak yang menyangka mereka sebagai band etnik. Pasalnya, tidak semua orang melihat aksi mereka secara langsung di panggung, dan hanya melihat di Youtube.

“Persepsi itu yang tidak kami mau karena mereka belum lihat Senyawa secara langsung. Bisa jadi pernah melihat tapi dengan tempat dan tata suara yang tidak layak. Akhirnya muncul persepsi itu,” ungkap Rully mengawali perbincangan dengan Kotak Musik Media Indonesia sehari jelang konser Tanah + Air di Jakarta (21/12/2016). Keunikan musik mereka menarik perhatian FX Woto Wibowo (pendiri Yes No Wave Music) dan Kristi Monfries (pendiri The Volcanic Winds Project). Mereka terbukti mampu menepis paradigma yang sempit. Lewat Senyawa, bermusik tak hanya soal menyajikan sesuatu yang bisa dinyanyikan bersama dan menjual popularitas.

Selaku manajer, Kristi membuka gerbang bagi Senyawa menjelajah dunia, sedangkan Woto Wibowo yang memprakarsai pertemuan Rully dan Wukir di arena pertunjukan Yes No Klub ketiga, pada 8 Mei 2010 di Yogyakarta. Pascapertemuan itu, keduanya terus berkarya. Sebuah mini album self title dihasilkan setahun kemudian. Disusul tiga album penuh berbentuk piringan hitam 12 inci, yakni Acaraki (2013) dirilis Dual Plover (Australia) dan Anggr (Prancis), Menjadi (2014) dirilis Morphine Records (Jerman), dan album terbaru mereka yang dirilis November 2016 bertajuk Puncak bersama label dari Denmark, Cejero. Kemudian satu album split piringan hitam 10 inci bersama Melt Banana serta sejumlah album kolaborasi bersama Arrington deDionyso dan Kazuhisa Uchihashi.

Mereka juga berkolaborasi dan berbagi panggung dengan sejumlah musikus ternama seperti Damo Suzuki, Keiji Haino, Oren Ambarchi, Sun Ra Arkestra, Melt Banan, Death Grips, Trevor Dunn, Swans, hingga Bon Iver. “Saya merasakan musik adalah universal. Nyanyinya Rully bahasa Palu, Jawa, ditambah saya juga main musik seperti ini (ekperimen). Tapi kayanya energinya sampai ke penonton di sana (luar negeri). Mereka seolah-olah ngerti banget musik kami. Dari beragam etnik dan beragam genre musik,” papar Wukir.

Melanglang buana ke luar negeri tidak lupa akan Indonesia. Keinginan mereka membuat konser di Tanah Air sebagai edukasi gaya musisi (konser) akhirnya terwujud. Tepatnya pada 22 Desember 2016 di Gedung Kesenian Jakarta, konser tunggal itu terwujud. Konser yang dimaknai sebagai terminal menancapkan musik Senyawa di Indonsia itu, mendapatkan respons yang baik. Konser yang menggandeng promotor G Production itu hanya menyisakan dua baris kosong di bagian depan.

Masyarakat pun menikmati konser yang berlangsung dua jam itu. Bahkan, lagu penutup Tadulako dari album Acaraki berhasil menuai standing applause yang cukup lama. Keduanya pun mengaku bermain lepas, bahkan Wukir seperti kerasukan tetapi masih mampu mengendalikan tata suara instrumennya.

Pencapaian
Bagi Wukir, bermusik dan membuat karya ialah proses yang harus didokumentasikan sehingga kelak bisa dinikmati dan menjadi bahan pembelajaran bagi dirinya dan orang lain yang menikmati karyanya. “Pencapaian itu seperti sebuah perjalanan dan butuh pendokumentasian. Kesadaran saat itu sudah ada dengan alasan usia dan waktu yang berjalan, pasti pendokumentasian jadi bermanfaat. Karena ketika karya didokumentasikan, maka karya itu akan bergerak dengan sendirinya, dia memiliki rezekinya sendiri. Kami juga tidak kepikiran bisa sampai di titik ini, ternyata ketika dokumentasi itu dilempar ke publik ada respon yang beragam dan karya kami jadi berkembang,” jelas Wukir.

Senada dengan Wukir, Rully yakin musik Senyawa terus bergulir. Pasalnya, kegemaran mereka berkolaborasi dengan berbagai musisi dan genre musik lintas disiplin. “Selalu mencari kolaborasi. Tujuanya untuk mengembangkan potensi karena saya percaya kita punya potensi tapi kita tidak tahu sejauh mana mengeluarkan kemampuannya,” papar Rully. Masih banyak perbincangan seru yang tidak diungkapan. Anda bisa simak video eksklusif wawancara mendalam bersama Senyawa serta menonton aksi panggung mereka di Kotak Musik Media Indonesia. Silakan unduh aplikasi Media Indonesia di Appstore dan Google Play Store untuk dapat menikmatinya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya