Retno Marsudi Diplomasi Knee to Knee

Ardi Teristi Hardi
02/1/2017 07:10
Retno Marsudi Diplomasi Knee to Knee
(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

SEPANJANG Desember ini pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi, aktif melakukan upaya diplomasi ke Myanmar dan Bangladesh untuk membantu penyelesaian masalah etnik Rohingya. Menurut Retno, diplomasi tersebut tidaklah mudah karena harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kegaduhan karena persoalan yang terjadi menyangkut kedaulatan sebuah negara.

Saat menyampaikan pidato ilmiah di Keraton Yogyakarta, Jumat (30/12/1016) petang, Retno mengisahkan langkah-langkah diplomasi itu. Pada 6 Desember 2016, Presiden Joko Widodo mengutusnya untuk bertemu langsung dengan penasihat negara Myanmar, Aung San Suu Kyi.

"Pertemuan itu saya sebut knee to knee. Pertemuan tanpa meja pembatas, antara lutut dengan lutut, hampir bersentuhan karena saking dekatnya posisi duduk kita," kata dia yang berada di Yogyakarta untuk menerima Hamengku Buwono IX Award dari Universitas Gadjah Mada.

Dalam pertemuan itu, lanjut dia, banyak sekali yang dibicarakan, terutama mengenai situasi yang dihadapi Myanmar saat ini dan perlunya pemerintah Myanmar segera memperbaiki situasi yang ada di Negara Bagian Rakhine, tempat tinggal etnik muslim Rohingya. Salah satu tindak lanjut hasil pertemuan tersebut dilakukan Myanmar dengan mengundang para menteri luar negeri (menlu) negara-negara ASEAN pada 19 Desember 2016.

Dalam pertemuan pada 19 Desember 2016 tersebut, Indonesia menyampaikan beberapa usulan, antara lain pentingnya segera dibuka akses kemanusiaan di Rakhine, akses kepada media secara bertahap dan terbatas, serta meminta Myanmar dapat memberikan pembaruan perkembangan penanganan di Rakhine.

"Usulan-usulan itu mendapat tanggapan positif oleh Myanmar. Kita juga menyampaikan kesiapan Indonesia untuk memberikan bantuan kemanusiaan maupun bantuan lainnya, baik yang sifatnya emergency maupun jangka panjang," kata perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 54 tahun silam itu.

Pemberian bantuan tersebut telah direalisasikan pada 29 Desember lalu, berupa pengiriman 10 kontainer bantuan kemanusiaan berisi makanan dan pakaian untuk etnik Rohingya dan komunitas lainnya di Rakhine. Tidak hanya bertemu dengan pemerintah Myanmar dan para menlu ASEAN, Retno juga terbang ke Bangladesh untuk bertemu dengan pemerintah setempat dan mengunjungi camp yang dihuni sekitar 19 ribu pengungsi Rohingya di Cox's Bazar yang jaraknya 2 jam perjalanan dengan menggunakan helikopter dari Dhaka, ibu kota Bangladesh. Dalam menyikapi persoalan Rohingya, Indonesia memang memilih cara yang berbeda. "Pada saat negara lain memilih menghujat secara keras (pemerintah Myanmar), Indonesia cenderung memilih pendekatan yang konstruktif dan terbukti membuahkan hasil."

Bekerja dengan hati
Terkait dengan Hamengku Buwono IX Award dari Universitas Gadjah Mada, Retno pun menyampaikan terima kasih. Ia berharap penganugerahan tersebut menjadi pendorong baginya dan para diplomat Indonesia untuk bekerja lebih baik lagi. Dalam kesempatan tersebut, Retno menyampaikan dirinya selalu ingat pesan ibunya yang sering diulang.

"Ibu saya memanggil saya mbak karena saya anak nomor satu. Ibu saya mengatakan, mbak, bekerjalah dengan hatimu dan jangan pernah jahat kepada orang lain. Insya Allah Gusti Allah akan melindungi kamu," kata Retno. Di tengah ingar-bingar dunia saat ini, Retno sangat yakin akan petuah ibunya tersebut. Bekerja dengan hati dan atas kehendak Allah membuat apa yang dilakukan membawa manfaat bagi bangsa dan negara. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya