Benang Kusut Kesejahteraan Atlet

Retno Hemawati
29/12/2016 08:00
Benang Kusut Kesejahteraan Atlet
(MI/ROMMY PUJIANTO)

PRESENTER olahraga Maria Geraldine Tambunan, 42, geleng-geleng kepala saat ditanya tentang bagaimana caranya mengusahakan kesejahteraan atlet di Indonesia. “Seperti benang kusut karena itu hubungannya dengan kepercayaan dan sportivitas. Nah, sportivitas itu bahkan tidak ada dalam karakter bangsa ini,” katanya saat berjumpa Media Indonesia di Jakarta, Kamis (22/12).

Dia menjabarkan secara hati bahwa para atlet tidak sejahtera. Tamara mencontohkan dalam cabang olahraga sepak bola. “Tiba-tiba kita punya dua induk olahraga, ibarat para atlet ini ialah anak, mereka kalau mau kawin sungkem sama siapa? Mereka bahkan punya beban pikiran kalau mau bertanding ke luar negeri karena kondisinya tidak kondusif,” jelasnya. Ibu satu anak itu juga mengatakan Indonesia tidak siap kalah dalam berbagai pertandingan terlebih sepak bola. “Sebagai atlet, fans, pendukung, dan industrinya tidak siap kalah dan tahunya harus menang. Kenapa? Karena kita tidak tahu apakah di tahun depan kompetisinya masih ada atau tidak.”

Dengan ketidaktahuan apakah kompetisi masih ada atau tidak di masa depan, hal itu, menurutnya, akan membuat para atlet hanya berusaha menang di satu masa. “Jadi harus menang karena enggak tahu kapan lagi bisa balas dendam. Kalau di Liga Inggris kan jelas, kalau kalah sekarang bisa berusaha dan menysusun strategi untuk tahun depan,” kata mantan pembawa acara olahraga Boom Basket di RCTI itu.

Ketidaksiapan kalah itu juga terlihat dari sikap para pendukung. Dia memperhatikan bagaimana para pendukung tidak bisa menerima kekalahan kelompok yang didukung dan kemudian berlaku anarkistis seperti melakukan pembakaran atau perusakan sarana dan prasarana umum. “Sportivitas itu menyangkut semua elemen, termasuk pelaku dan industrinya. Jadi, kalau kita membicarakan kesejahteraan, itu sangat tidak mungkin tercapai sebelum kita benahi semuanya,” katanya.

Produktif menulis
Saat ini Tamara semakin sibuk dengan berbagai kegiatan yang dinamakannya ‘memberi makanan bagi jiwa’. Aktivitas itu selain melukis, mematung, mengerjakan pekerjaan rumah tanpa asisten rumah tangga, juga termasuk menulis. “Saya pikir awalnya itu hanyalah hobi, ternyata sekarang seperti kebutuhan yang harus dipenuhi,” katanya. Dia bercerita, tidak membutuhkan waktu khusus dan syarat tertentu agar bisa menulis. “Saya bisa menulis kapan saja. Itu yang membuat saya bisa menulis pararel 8 buku sekaligus, 2 screenplay, dan 2 drama musikal, tanpa deadline. Justru editor saya yang kewalahan,” katanya.

Tamara juga punya kisah unik. Hampir dua tahun lamanya dia tidak menyaksikan siaran televisi sehingga banyak ketinggalan berita menarik. Dia mengaku ketinggalan banyak kabar seperti kasus kopi bersianida dan juga pemilihan presiden Amerika Serikat. “Saking tidak pernah nonton, saya juga tidak sadar kalau tidak membayar tagihan televisi kabel selama itu. Sampai-sampai petugas penagihan datang ke rumah yang akhirnya saya ajak ngopi bersama,” katanya tergelak. (H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya