Konser Senyawa: Bergemuruh Musik Tanah Air

Dzulfikri Putra Malawi
25/12/2016 06:20
Konser Senyawa: Bergemuruh Musik Tanah Air
(MI/ARYA MANGGALA)

SUARA gemuruh terdengar semakin nyaring, sebuah banyagan lantas menyusul nampak pada layar putih yang menutup ruas panggung Gedung Kesenian Jakarta, Kamis malam (22/12).

Bambuwukir, sebuah instrumen yang dibuat oleh salah satu personel Senyawa, Wukir Suryadi lah suara gemuruh yang terdengar begitu distorsi itu berasal dan sekaligus membuka konser tunggal perdana mereka di Indonesia bertajuk Senyawa Tanah + Air yang diselenggarakan oleh G Production.

Tak berapa lama Rully Shabara langsung merespon suara itu. Sekitar pukul 20.00, konser dimulai dengan memainkan bayangan layaknya pertunjukkan wayang selama tak kurang dari 40 menit tanpa henti. Dengan memainkan lagu Bala/Air, Pada Siang Hari, Sisa, Di Pudarnya Senja, Pasca, Tanah, dan Kereta.

Di paruh babak pertama itu, visual lagu Kereta mengiringi musik Senyawa yang semakin melambat. Benar-benar terasa seperti suasana stasiun kereta lengkap dengan atmosfer suaranya. Tiba-tiba ruangan gelap mendadak kedatangan beberapa pedagang asongan yang berteriak "kopi susu" melintasi kursi-kursi penonton.

"Siapa hendak turun..." berkali-kali terselip dalam nyanyian Rully sampai menyudahi sesi "pertunjukkan wayang" dengan lagu Hujan, hingga layar terangkat dan wajah mereka tampak nyata di atas panggung diiringi riuh tepuk tangan penonton.

Paruh babak pertama itu masih dilanjutkan dengan lagu Senyawa, Jaranan, Hadirah Suci, dan Geni. Hingga menjelang akhir babak selama satu jam pertunjuukan, Rully baru menyapa penonton yang hadir.

"Ini kali pertama Senyawa konser dengan layak di Tanah Air, semoga bulan Desember selalu bisa menjadi momen konser kepulangan yang sering di gelar," ungkap Rully. Hal tersebut wajar dikatakan, mengingat sejak pertama mereka berdiri tahun 2010 selalu menjalankan rangkaian tur dunia dalam waktu yang relatif cukup lama.

Kebetulan sejak Desember dua tahun lalu mereka berkesempatan main di kampung halaman Rully di Palu untuk pertama kali dan berkesempatan mampir di Tokove, Jakarta Desember 2015.

Usai jeda 15 menit, konser babak kedua dimulai. Sambil bergumam dan berdendang, Rully melintasi jalur penonton bagian belakang menuju ke atas panggung. Ia pun mengeluarkan segenap kemampuan olah vokal yang setara dengan eksplorasi instrumen musik lainnya.

Kali ini sebuah bajak sawah yang dimainkan Rully menyambut dan mulai memainkan komposisi lagu-lagu mereka. Instrumen itu diberi nama Garu "Sudah menghasilkan album dari alat ini," celoteh Wukir usai menunjukkan aksi solonya dengan Garu.

Lalu giliran instrumen dari spatula bernama Solet dimainkan Wukir untuk melanjutkan repertoar pertunjukkan Bekal Ilmu, Di Kala Sudah, Putra Ombak, Sujud, Ederlezi, dan Tadulako.

Pada lagu penutup sesi kedua konser itu (Tadulako) yang ada dalam album Acaraki (2014) permainan mereka berdua begitu lepas dan memiliki energi besar di atas panggung hingga Wukir pun seperti sedang kerasukan namun masih bisa mengontrol tata suara.

Jeda silam beberapa saat, sebagai encore, Wukir kembali memasuki panggung dengan meniupkan Abu (suling) dan Rully bernyanyi tanpa mic. Dua jam peetunjukkan yang membuat nafas tak berhela menikmati dinamisme duo musisi yang fasih dengan instrumen masing-masing.

Uniknya, dipenghujung konser, penonton diperkenankan ke panggung untuk melihat lebih dekat alat-alat musik buatan Wukir. Suasana pun seketika berubah menjadi ruang pamer atas panggung.

Senyawa telah merilis satu mini album yang dirilis oleh Yes No Wave Musik, tiga album penuh dalam bentuk pirimgan hitam 12" yakni Acaraki (2013) dirilis oleh Dual Plover (Australia) dan Anggr (Perancis), Menjadi (2014) dirilis oleh Morphine Records (Jerman), dan album terbaru mereka yang dirilis November 2016 bertajuk Puncak bersama label dari Denmark, Cejero. Kemudian satu album split piringan hitam 10" bersama Melt Banana serta sejumlah album kolaborasi bersama Arrington deDionyso dan Kazuhisa Uchihashi.

Mereka berdua juga pernah berkolaborasi dan berbagi panggung bersama sejumlah nama penting seperti Damo Suzuki, Keiji Haino, Oren Ambarchi, Sun Ra Arkestra, Melt Banan, Death Grips, Trevor Dunn, Swans, hingga Bon Iver.

Butuh waktu enam tahun bagi mereka untuk menyelenggarakan konser tunggal di tanah air. Hal ini menurut Wukir saat perbincangan bersama Kotak Musik Media Indonesia sehari jelang konser, sekaligus medium untuk berbagi pengalaman mereka selama enam tahun tur di berbagai belahan benua.

"Konser ini saya ingin kasi lihat perjalanan bermusik kami. Bagaimana kami juga mau membuka diri untuk bekerjasama dengan siapapun dan lintas disiplin," kata Wukir.

Sebuah musik yang tidak biasa disajikan oleh mereka malam itu untuk warga ibu kota. Tapi kursi yang hanya menyisakan dua baris kosong di depan. Semoga saja spresiasi yang sangat jelas untuk memberi ruang Senyawa di blantika musik Tanah aair juga semakin besar lewat konser ini.

"Kami ingin juga melihat bagaimana respon penonton terhadap perjalanan musik kami. Kenapa baru sekarang? Bagi kami ini adalah sebuah perjalanan baru bisa memperkenalkan musik kami untuk pendengar di Tanah Air," papar Rully.

Simak wawancara eksklusif dan mendalam soal perjalanan musik mereka. Anda juga bisa menyaksikan aksi panggung mereka. Nantikan Kotak Musik Media Indonesia edisi Januari 2017. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya