Terbayang Not Balok saat Bersenandung

Dzulfikri Putra Malawi
08/6/2016 00:50
Terbayang Not Balok saat Bersenandung
(Dok MI)

MUSIKUS berdarah Indonesia-Jepang, Gascaro Ramondo atau Mondo Gascaro, 40, menuturkan kisah-kisah uniknya saat menciptakan lagu dan perjalanannya di dunia musik. Salah satu yang menarik ialah menciptakan salah satu single-nya yang berjudul Saturday Light. Lagu yang terinsprirasi oleh perjalanan liburan bersama dengan sang istri, Sarah Glandosch, ke Yogyakarta. Dia mengaku kebersamaan yang menyenangkan, hidup yang bahagia dengan hal-hal yang menyenangkan, menumbuhkan inspirasi. Dari inspirasi itu, dia bersendung seiring dengan mood yang dia rasakan. "Waktu itu saya belum keluar dari grup musik Sore, tetapi sudah jarang manggung. Saya merasakan hidup yang menyenangkan dengan hal-hal sederhana. Saya jarang merekam humming di ponsel dan mengingatnya di kepala kemudian terbayang not balok dari nada yang saya senandungkan," kata dia kepada Agustinus Shindu Alpito dari Metrotvnews.com. Kecintaannya pada musik tidak lagi diragukan. Dia mengaku, saat mendengarkan sebuah karya, dia menggali apa saja instrumennya. "Kemudian juga struktur lagunya bagaimana, bagian-bagiannya. Lalu, saya catat instrumentasinya sampai pada akhirnya nada-nadanya," kata dia. Mondo bertutur dirinya telah terpapar musik sejak kecil. Ayahnya mempunyai band dan merupakan pembuat bar karaoke Jepang pertama di Indonesia. "Namanya Shika Bar, ada di Cikini. Ayah dulu kuliah dan bekerja di Jepang. Lalu, dapat ibu yang asli Jepang," kata dia. Ia yang baru saja merilis lagu terbarunya, A Deacon's Summer, bercerita pada saat duduk di kelas IV sekolah dasar, dia mulai mendengar karya The Beatles album Sgt Pepper's Lonely Hearts Club Band. Lelaki penggemar kopi itu kemudian doyan dan terus mengikuti album Beatles yang lain. Seiring dengan waktu, The Beatles kemudian memengaruhi dirinya untuk memainkan gitar. Padahal, sebelumnya dia senang bermain piano. Gitar sering digunakannya saat menulis lagu, alasannya mudah dibawa ke mana-mana.

Gambar tuts
Secara teori, Mondo juga sangat matang. Dia mendengarkan musik secara serius, mempelajari komposisi, sekaligus merasakannya. Hal itu dilakukannya karena dia sangat menyukai musik. Pada saat kelas 3 SMP, dia pindah ke Los Angeles, Amerika Serikat. "Terus waktu kuliah memang ambil musik. Di situ saya belajar teori musik." Seturut pengalamannya, tidak semua yang belajar musik di kampus tempat dirinya belajar punya kibor dan piano. "Akan tetapi, kami diharuskan terus latihan. Kalau mau main piano beneran, biasanya kami harus sewa di kampus."

Dia sendiri suka belajar dari buku musik. "Biasanya di buku musik memang ada kertas bergambar tuts dan itu memang ditujukan agar bisa digunakan untuk latihan di mana saja. Saya latihan juga dengan itu," tambah dia seraya mengenang masa-masa menuntut ilmu. Setelah keluar dari Sore, Mondo merilis beberapa single, termasuk Saturday Light dan Komorebi yang dirilis dalam format vinil. Bagaimana proses kreatif Mondo sebagai seorang musikus solo? "Tidak ada yang spesifik, idenya dari musik itu sendiri. Musik yang menginspirasi konten lagunya," tutup dia. (H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya