Dewi Lestari Enggan Didikte Pujian dan Kritik

Fetry Wuryasti
08/5/2016 02:45
Dewi Lestari Enggan Didikte Pujian dan Kritik
(C&R)

Sebagai penulis, Dewi Lestari kerap mendapat pujian atas karya-karyanya. Namun, ia juga tidak luput dari kritikan. Kedua hal tersebut, pujian dan kritikan, ia hadapi dengan santai. Dirinya tidak mau kedua hal itu mendiktenya dalam berkarya.

"Kritik atau pujian saya dengarkan, tetapi tidak saya masukkan ke hati. Saya enggak mau didikte oleh kritik atau pujian," ujar perempuan yang akrab disapa Dee saat mengisi acara ASEAN Literary Festival 2016, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, sebagai penulis, tugasnya hanya berkarya. "Tugas saya berkarya, berkarya apa yang saya suka," tegas perempuan yang belum lama ini merilis novel terbarunya, Inteligensi Embun Pagi itu.

Dee juga enggan ambil pusing mengategorikan diri sebagai penulis aliran mana. Dia secara sukarela membiarkan kritikus atau pengamat sastra yang menentukan ada di aliran mana dirinya berada.

"Kalau saya bandingkan karya saya dengan sastrawan, Supernova (serial novel karyanya) enggak di sana. Kalau di urban, karya saya enggak di sana juga. Saya enggak mau pusing apa pun kategorinya. Masuk ke aliran mana, biarlah kritikus atau pengamat sastra yang menentukan," tutur ibu dua anak yang gemar membaca cerita silat Wiro Sableng itu.

Mengatur strategi

Dee mengungkapkan beberapa strateginya dalam berkarya, antara lain, tidak memaksakan diri menulis novel ketika merasa diri belum siap.

Ia mencontohkan buku Filosofi Kopi yang berisi 18 cerita pendek dan prosa tulisannya. Bagi Dee, karya itu tak lain bentuk strateginya rehat dari menulis novel. "Ketika saya tidak punya cukup napas untuk menulis novel, saya mulai berkarya pendek. Itu strategi," kata dia.

Sembari tersenyum, dia berkisah Filosofi Kopi dibuat saat dirinya hamil anak pertama. Ia mengaku saat itu belum menemukan ritme untuk menulis novel.

"Kalau menulis novel itu ibarat maraton, membutuhkan napas sangat panjang. Sebelumnya saya masih single, terbit tiga buku berturut-turut. Ketika mempunyai anak, dunia saya berubah," kata perempuan yang juga penyanyi itu.

Dee menuturkan penulisan Filosofi Kopi merupakan bagian dari adaptasi dirinya. Semula dia selalu menulis di malam hari. Namun, setelah memiliki anak dirinya mulai membiasakan diri menulis di siang hari.

"Saya mulai berteman dengan 'hantu siang hari. Filosofi Kopi itu bagian dari adaptasi saya, bentuknya cerita pendek," kata dia. Dee juga menjadikan rehat sebagai bagian dari kegiatan berkarya. "Ketika saya selesai menulis sesuatu, saya meminta rehat pada penerbit. Misalnya, 6 bulan enggak melakukan apa-apa (menulis apa pun). Kalau menulis terus-menerus, kita akan mengalami kelelahan," tuturnya.

Dia mengibaratkan dirinya sebagai rahim, yang juga butuh untuk dihargai (dalam bentuk istirahat). Waktu rehat digunakannya untuk membaca dan menikmati hidup. "Saya ingin menghargai rahim (diri) saya. Saya membutuhkan asupan membaca, menikmati hidup," kata dia. (Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya