Stereomantic Berkiprah 11 Tahun, Maria Kibarkan Semangat DIY

Basuki Eka Purnama
11/4/2017 18:00
Stereomantic Berkiprah 11 Tahun, Maria Kibarkan Semangat DIY
(Dok Stereomantic)

“INDUSTRI musik boleh saja hancur, tapi musik takkan pernah mati. Keep the DIY spirit!”

Salah satu pentolan duo electro pop Stereomantic Maria Ferrari menuliskan pernyataan itu pada enam tahun lalu. Kini, di perayaan 11 tahun Stereomantic berkiprah di blantika musik Indonesia, perempuan kelahiran 15 Agustus menegaskan bahwa semangat Do It Yourself (DIY) masih berlaku meski teknologi di industri musik telah berubah.

"The DIY spirit adalah strategi lama dari dunia bawah tanah dalam memerangi realitas yang terjadi dalam industri itu sendiri. Menciptakan lagu sesuai selera pasar atau menciptakan pasar. Musisi tidak lagi hanya bicara tentang produkitvitas bermusiknya, lebih dari itu, musisi seolah diwajibkan untuk memikirkan strategi apa yang harus digunakan untuk memasarkan musiknya, demi menciptakan pasar baru," ujar Maria.

Maria kemudian mengisahkan mengenai kali pertama Stereomantic terbentuk. "Stereomantic berangkat dari ide mengaransemen lagu secara minimalis dengan menggunakan perangkat teknologi seadanya."

"Inilah yang menjadi acuan kami saat membungkus album pertama. Di luar dugaan, proyek seadanya ini mendapat perhatian dari sebuah label indie besar pada 2006. Namun, saat itu, kami cukup menyadari bahwa berangkat dari dunia tanpa komunitas lalu berlaga di belantara skena indie, adalah hal yang sulit. Meski demikian kami bersyukur karena pelan-pelan banyak telinga yang mendengarkan karya kami," imbuhnya.

Selama berkiprah di industri musik nasional, Stereomantic juga dihantui oleh masalah pembajakan. Maria mengakui bahwa hal itu sulit diberantas.

"Karya yang sudah dilepas ke publik (diunggah ke dunia maya) sejatinya akan menjadi milik publik. Kecenderungan sosial individu pun berubah seiring maraknya internet. Orang tak perlu lagi datang ke sebuah konser karena bisa di-streaming langsung via media sosial. Apalagi hanya untuk mendengarkan lagu. Banyak situs yang menawarkan jasa mengunduh lagu dari Youtube lalu mengkonversikan video tersebut ke dalam bentuk mp3. Atau situs yang mengubah mp3 di Soundcloud lalu dengan menambahkan beberapa still photo siap diunggah ke Youtube, tanpa perlu repot-repot minta izin kepada pelaku seninya. Dan masih banyak lagi," papar lulusan Jurusan Ilmu Politik FISIP UI tersebut.

"Bisa apa kami dengan realitas ini? Meski di lain sisi, mereka secara tidak langsung jadi perpanjangan tangan para distributor, tetap saja penyakit semacam ini belum ada obatnya. Pada akhirnya ‘merelakan karyanya dibajak’ adalah semacam bentuk pertahanan terakhir. Pada 2011 kami memilih jalan untuk melepas semua karya secara cuma-cuma. Sharing is caring," ungkapnya.

Kini, pada 2017, Stereomantic berbekal pengalaman mereka berencana membuat rilisan yang mereka rasa ideal.

Berbeda di dua album sebelumnya, Stereomantic kali ini memilih format band.

"Mengapa format band yang dipilih? Pertimbangannya adalah, sebuah lagu selamanya akan tetap menjadi entitas yang independen ketika dinyanyikan tanpa musik. Tinggal bagaimana seorang musisi mengeksekusinya. Baik diaransemen dalam bentuk elektronik, akustik, band, orkestra, atau apapun, ia tetap sebuah lagu. Ini semua masalah selera," kata perempuan yang juga merupakan vokalis Klarinet itu.

"Kami berharap karya ini menjadi pembuka yang manis di awal tahun," pungkas Maria. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya