Indonesia Sasar Berbagai Negara untuk Perbanyak Radar di Laut

Jessica Sihite
06/4/2017 17:00
Indonesia Sasar Berbagai Negara untuk Perbanyak Radar di Laut
(ANTARA)

PEMERINTAH melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merealisasikan proyek kerja sama pemanfaatan teknologi satelit dengan Inggris. Proyek itu merupakan hibah dari pemerintah Inggris melalui UK Space Agency (UKSA) bersama International Maritime Satelite (Inmarsat).

Menteri Perdagangan Inggris Hon Liam Fox mengatakan pemanfaatan teknologi satelit Inmarsat tersebut merupakan proyek yang sudah direncanakan sejak tahun lalu. Lalu, kerja sama pemanfaatan satelit itu direalisasikan per 1 April 2017 dengan jangka waktu kontrak hingga 2,5 tahun. Nilai investasi proyek satelit itu mencapai 8 juta pundsterling atau sekitar Rp132 miliar (kurs Rp16.500).

Liam Fox menjelaskan satelit Inmarsat nantinya akan ikut memantau titik-titik perairan Indonesia guna mencegah terjadinya Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).

"UK dan Indonesia memiliki perhatian yang sama di sektor maritim. Sektor ini menopang 9 juta ton ikan di Indonesia dan harus diawasi supaya terus berkelanjutan," ucap Liam Fox saat mengunjungi kantor KKP di Jakarta, Kamis (6/4).

Inggris, kata dia, mendukung pemerintah memberantas IUUF di perairan Indonesia. Karena itu, pengawasan dari satelit akan mempermudah tugas pemerintah dalam menjaga keamanan laut.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengatakan kerja sama dengan Inggris tersebut juga bertujuan untuk mengangkat reputasi Indonesia di European Comission (EC) Trade Group. Pasalnya, negara-negara di Eropa sangat memperhatikan sisi keamanan dan keberlanjutan lingkungan dari sebuah produk yang diimpornya.

Dengan adanya satelit itu, Rifky berharap reputasi keberlanjutan sumber daya alam Indonesia bisa terangkat dan Inggris bisa menurunkan bea masuk produk perikanannya.

Saat ini, produk ekspor perikanan terbesar Indonesia ke Inggris berupa udang, tuna, cakalang, tongkol (TCT), kepiting, rajungan, rumput laut, dan cumi-cumi atau sotong. Pada 2016, neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia terhadap Inggris masih mengalami surplus hingga US$89,09 juta.

"Meskipun Inggris telah menyatakan keluar dari Uni Eropa, namun aturan pengelolaannya masih mengikuti Common Fisheries Policy (CFP) UE. Harus diteliti kebersihan dan keamanan produk yang masuk ke negaranya," tukasnya.

Adapun, proyek berbasis teknologi satelit itu berupa aplikasi Vessel Mnitoring System (VMS). Proyek itu, kata Rifky, bisa menjadi pionir perikanan yang terkendali karena tingkat keterlacakannya yang tinggi.

"Nantinya, implementasi proyek ini dilengkapi dengan jangkauan pilot project yang mencapai 200 kapal ikan berukuran 30 gross ton (GT) dan 200 kapal non VMS berukuran 20-30 GT," imbuhnya.

Di samping dengan Inggris, Indonesia akan melakukan penjajakan ke Jepang untuk menambah radar pemantauan laut di wilayah Timur Indonesia. Saat ini, Radarsat buatan Jepang baru ada di wilayah Wakatobi untuk memantau perairan di sana.

"Kita nanti mau ke Jepang akan ketemu Menteri Luar Negeri dan Kadin sana. Kita mau minta bantuan Radarsat yang kayak di Wakatobi. Dia memantau barang apa saja yang terbuat dari metal sepanjang 2 meter," ucap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di kediamannya.

Menurutnya, wilayah yang perlu dipantau, antara lain Raja Ampat dan wilayah perbatasan NTT dan Papua. Dia berharap dengan adanya radar tersebut, tidak ada lagi kejadian perusakan terumbu karang seperti di Raja Ampat dan kapal pencuri ikan di wilayah Timur. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya