Produksi Sawit Merosot, Ekspor Melorot

Andhika Prasetyo
06/4/2017 16:55
Produksi Sawit Merosot, Ekspor Melorot
(ANTARA FOTO/Akbar Tado)

BERADA di masa musim panen sawit yang rendah, kinerja produksi sawit di Tanah Air pun menyusut. Pada Februari, produksi tercatat menurun sekitar 8% dibandingkan bulan sebelumnya, yakni dari 2,86 juta ton menjadi 2,6 juta ton.

Hal tersebut otomatis membuat kinerja ekspor minyak sawit juga ikut tergelincir. Pada bulan kedua di 2017, ekspor minyak sawit, termasuk oleochemical dan biodiesel, hanya mampu mencapai 2,66 juta ton. Angka itu lebih rendah 6% dibandingkan Januari yang mencapai 2,84 juta ton.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengungkapkan penurunan tersebut lebih banyak disebabkan oleh tingginya bea keluar yang dikenakan pada Februari yaitu US$18 atau Rp239 ribu per metrik ton.

“Hal ini membuat para penghasil minyak sawit menahan penjualan dan para pembeli juga menahan pembelian,” ujar Fadhil melalui pernyataan resmi, Kamis (6/4).

Persediaan minyak sawit Indonesia pada akhir Februari tercatat 1,93 juta ton atau turun 32,5% dari Januari yakni 2,85 juta ton.

Fadhil mengatakan stok terkikis karena produksi yang masih turun sementara ekspor masih tinggi meskipun mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.

Sepanjang Februari, negara-negara Timur Tengah, Bangladesh, Tiongkok dan negara-negara Afrika membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit Indonesia.

“Negara-negara Timur Tengah mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat signifikan yaitu 116% atau dari 104,09 ribu ton pada Januari menjadi 224,73 ribu ton di Februari. Kenaikan permintaan juga dicatatkan Bangladesh sebesar 23%, China 9% dan negara-negara Afrika 3%,” terangnya.

Sebaliknya penurunan permintaan terjadi pada Amerika Serikat (AS), negara-negara Uni Eropa, Pakistan dan India. Ekspor ke ‘Negeri Paman Sam’ turun 46% atau dari 100,89 ribu ton menjadi 54,85 ribu ton. Yang juga diikuti negara-negara Benua Biru sebesar 43%, Pakistan 25% dan India 13%.

“Selain dari bea keluar yang tinggi, penurunan permintaan juga disebabkan adanya perlambatan konsumsi masyarakat di India dan banyaknya stok kedelai di AS,” sambung Fadhil.

Dari sisi harga, sepanjang Februari 2017 harga rata-rata CPO global berada di angka US$777,5 atau Rp10,3 juta per metrik ton.

Memasuki Maret, harga masih terpantau stagnan dengan rata-rata US$731,7 atau Rp9,7 juta per metrik ton.

“Sampai pekan kedua April diperkirakan akan masih tetap bertahan,” tandasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya