Inpres Baru untuk Atur Tata Niaga

Dero Iqbal Mahendra
06/4/2017 06:25
Inpres Baru untuk Atur Tata Niaga
(Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution -- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

PEMERINTAH akan mengkaji usul tata niaga dan menerbitkan instruksi presiden (inpres) untuk membekukan penerbitan peraturan tata niaga baru pada 15 kementerian/lembaga.

Rencana pemerintah lainnya ialah mengevaluasi regulasi eks­por dan impor yang berjalan, merasionalisasi peraturan, dan menghilangkan duplikasi atau peng­ulangan dan pengurangan tata niaga.

Itu dilakukan karena sejumlah regulasi tata niaga perdagangan yang ada sekarang dinilai masih menghambat dan menimbulkan ketidakpastian usaha serta mendistorsi kegiatan ekonomi masyarakat yang berdampak kepada industri, investasi, ekspor, dan inflasi.

Sebelumnya Presiden Joko Wi­dodo pada sidang kabinet paripurna, Selasa (4/4), mengkritik soal masih adanya regulasi yang dinilainya masih rumit dan tidak ramah terhadap investasi meskipun peraturan yang dicabut sendiri sudah mencapai 3.143 buah.

“Pada tahun pertama deregulasi, peraturan tata niaga itu me­nurun. Namun, 2016, naik lagi, bahkan lebih tinggi daripada sebelum pelaksanaan deregula­si,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat koordinasi pembahasan tata niaga di Jakarta, kemarin.

Darmin menyebut saat ini be­berapa kementerian/lembaga (K/L) cenderung ingin mengatur tata niaga perdagangan yang malah menimbulkan keluhan dari para pelaku usaha karena meng­gang­gu proses bisnis yang telah berjalan.

Ia mengatakan terdapat 23 regulasi tata niaga yang menja­di ketentuan larangan terbatas (lartas) impor dan ekspor yang terbit dalam masa paket kebijak­an ekonomi, baik yang tidak terkoordinasi dengan Satgas De­regulasi maupun yang bersifat melengkapi pelaksanaan paket kebijakan.

“Bentuknya bisa macam-ma­cam. Ada yang rekomendasi. Kalau tidak ada itu, tidak jalan (usahanya),” tambah Darmin.

Kementerian Koordinator Perekonomian selanjutnya berencana memanggil kementerian terkait guna membahas aturan yang dianggap menghambat dan tidak sesuai dengan semangat deregulasi.

“Kita akan minta mereka untuk me-review. Kalau mau dipertahankan, alasannya apa? Kalau alasannya tidak cukup, kita akan hapus,” kata Darmin.

Belum sesuai arahan
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawady menambahkan, soal 9 dari 12 peraturan lar­tas baru yang belum sesuai dengan arahan dalam paket ke­bi­jakan ekonomi.
“Ada juga 11 peraturan lartas bukan dalam rangka paket kebijakan ekonomi, lima di antaranya bersifat restriktif,” kata Edy.

Saat ini, posisi lartas di Indo­nesia sendiri mencapai 51% dari 10.826 pos tarif harmonized sys­tem barang impor yang tata niaganya diatur 15 kementerian/lembaga. Sebagai pembanding, rata-rata negara ASEAN memiliki ketentuan lartas hanya sebesar 17%.

Di sisi lain, terdapat 18 kasus tata niaga yang kalah dalam sengketa WTO karena dinilai melanggar ketentuan perizinan impor dan komitmen internasional.

Sementara itu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki me­nyebut pihaknya akan mela­kukan pembahasan awal soal pe­nyederhanaan atau penghapus­an 23 aturan tata niaga sebelum dibawa ke rapat terbatas dengan Presiden. (Nur/Ant/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya