Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KESATUAN Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang obsesi Poros Maritim Dunia, dengan pertanyaan dasar: apa orientasi pembangunan maritim di Indonesia? Pasalnya, hingga kini, di Hari Nelayan, pembangunan masih berorientasi pada kepentingan infrastruktur dengan konsekuensi meminggirkan nelayan tradisional sebagai mayoritas pelaku perikanan di Indonesia.
Sejumlah permasalahan tak kunjung usai, seperti Reklamasi yang merampas ruang hidup nelayan kecil tanpa paradigma keberlanjutan lingkungan, dampak pelarangan alat cantrang di Pantura Jawa, akses permodalan dan akses pasar yang diskriminatif, tidak adanya upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM nelayan dalam manajemen usaha, serta kerentanan terhadap: perubahan kebijakan pemerintah dan perubahan iklim (cuaca ekstrem)”
“Pemerintah perlu merealisasikan janji Nawacita, khususnya membangun dari pinggiran, dan sebagai nelayan yang berada garda terdepan pinggiran negeri ini perlu mendapatkan prioritas khusus“, ucap Ketua KNTI Kabupaten Lombok Timur Amin Abdullah dalam keterangan tertulis, Rabu (5/4).
Selain itu, Amin, meminta Pemerintah untuk segera menjalankan UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, terlebih soal asuransi nelayan untuk dapat bermanfaat dikala cuaca ekstrem yang menyebabkan kami tidak bisa melaut.
Hal senada diungkapkan Ketua KNTI Tanjung Balai Muslim Panjaitan yang menyampaikan harapan nelayan kepada pemerintah untuk benar-benar hadir dalam melakukan perlindungan hak-hak nelayan tradisional dan penegakan hukum yang jelas terhadap oknum aparat yang melanggar aturan khususnya terkait alat tangkap trawl yang menimbulkan konflik sosial.
Di sisi lain, Ketua KNTI Tarakan Rustan Effendi menyatakan kecewa atas sikap Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang terus-menerus melakukan eksekusi peledakan kapal di Tarakan, yang ternyata berada di area tangkap (fishing ground) nelayan.
"Hal ini dapat berdampak pada pencemaran laut yang berimbas pada produktivitas tangkapan ikan para nelayan,“ katanya.
Apalagi tidak terdapat kejelasan perlindungan zonasi wilayah perikanan skala kecil berkelanjutan yang dimandatkan oleh UU Perikanan dan Pedoman Perldinugnan Nelayan Skala kecil FAO Tahun 2014.
Faktor lain terkait usaha pengelolaan ekonomi nelayan disampaikan Ketua KNTI Kabupaten Kendal Jawa Tengah Sugeng. Sugeng berharap kepada pemerintah untuk memastikan terbukanya akses permodalan dengan skema pinjaman lunak.
"Skema ini sangat diperlukan untuk membebaskan para nelayan dari jerat tengkulak,” ungkapnya.
Sebaliknya, lanjut Sugeng, nelayan tradisional dan pesisir perlu mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan usaha perikanan. Nelayan juga berharap agar segera menerapkan standardisasi harga ikan di tempat pelelangan ikan, agar tercipta iklim jual beli yang adil.
Menegaskan pernyataan tersebut, Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata menutup dengan harapan KNTI pada hari nelayan 2017. Berbagai persoalan nelayan diatas dapat diselesaikan apabila Pemerintah bersungguh-sungguh menerapkan kebijakan yang telah ada dengan partisipasi penuh nelayan.
Dimulai dari pengaturan penataan ruang laut yang harus memastikan wilayah zonasi perikanan skala kecil berkelanjutan. Alih alat tangkap tidak boleh menyisihkan satupun nelayan sebagai konsekuensi perlindungan hak asasi nelayan termasuk proses bantuan pemerintah yang ditengarai masih dengan model top-bottom yang tidak partisipatif.
"Pemerintah perlu membangun dan meningkatkan kapasitas pengelolan usaha perikanan nelayan termasuk memastikan keadilan akses pasar dalam informasi harga. Jika ini dijalankan maka tugas perlindungan nelayan akan memastikan menjaga Indonesia," ungkapnya. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved