Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MESKI pertumbuhan ekonomi stabil, Indonesia masih menghadapi masalah ketimpangan yang belum terselesaikan. Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung (UNILA) sekaligus Dewan Komosioner dan Ekonom Senior Indef Bustanul Arifin melihat ketimpangan pendapatan meningkat sejak otonomi daerah pada 1999.
Penyebabnya tak lain ialah kemampuan daerah untuk mengelola Anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD). Padahal pembangunan pertanian dipercaya bisa mengurangi ketimpangan. Namun dominasi sektor non-tradeable termasuk keuangan berkontribusi terhadap ketimpangan ini. Sementara kinerja sektor tradeable terutama pertanian dan industri manufaktur tidak baik.
“Ada sesuatu dari upaya mendekatkan pelayanan kepada rakyat, faktanya justru meningkatkan meningkat, termasuk ketimpangan pekerja. Hal ini bukan karena berapa jumlah dana yang ditransfer ke daerah, melainkan quality of spending yang masih buruk, belum mampu mengelola APBD,” ujarnya dalam peluncuran buku dan diskusi Ekonomi dengan tema Menuju Ketangguhan Ekonomi, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (4/4).
Indeks gini rasio yang berada di angka 0,32 pada 2003 semakin membesar pada puncaknya di 2011 menjadi 0,41, dan kini perlahan sedang didorong turun dengan posisi pada september 2016 tercatat pada angka 0,39.
Kapabilitas pemda yang masih rendah dalam mengelola keuangan mereka mengakibatkan ketimpangan dan stabilitas ekonomi yang bervariasi antar wilayah. Tercatat dari 2011-2016, sebanyak 44% provinsi mengalami pertumbuhan tidak stabil, seperti DKI Jakarta dan Daerah istimewa Yogyajarta.
Sementara 24% provinsi tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan nasional. Reformasi agraria menurutnya tidak akan berhasil bila hanya ajang bagi-bagi lahan, dan tanpa disertai reformasi akses agar pemberdayaan dan bantuan langsung tepat sasaran ke petani kecil.
“Kondisi ini diperparah dengan ketimpangan penguasaan lahan atau aset. Petani berlahan sempit meningkat 54% per tahun. Kalau hanya bagi-bagi lahan, tanpa memberi akses informasi, teknologi justru hanya menambah local elite. Kebijakan pemerintah tidaknl efektif akan subsidi. Sebab hanya dinikmati oleh petani kaya. Dari 65%, hanya 3% petani miskin yang menerima subsidi pupuk dan 1% petani terkaya menikmati 70% subsidi pupuk.” (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved