Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BANK Indonesia (BI) menegaskan larangan penggunaan uang virtual atau virtual currency dalam bertransaksi. Hal itu mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
"Pada Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 dinyatakan dengan tegas, penyelenggara jasa sistem pembayaran dilarang menggunakan virtual currency," kata Kepala Perwakilan BI Sumatra Barat (Sumbar), Puji Atmoko, di Padang, seperti dikutip Antara, akhir pekan kemarin.
Ia menerangkan uang virtual adalah uang digital yang diterbitkan pihak selain otoritas moneter, yang diperoleh dengan cara menambang, membeli atau transfer pemberian seperti bitcoin, blackcoin, dash, dogecoin, primecoin, hingga ripple dan ven.
"Larangan juga mencakup kepemilikan dan mengelola nilai yang dipersamakan dengan nilai uang digunakan di luar lingkup penyelenggara jasa sistem pembayaran."
Puji menyampaikan dalam hal ini termasuk penggunaan nilai pulsa untuk bertransaksi, bonus, voucer, dan point reward yang dikelola pihak tertentu. "Pulsa bukan alat pembayaran karena pada hakikatnya tidak memenuhi karakteristik seperti uang, karena merupakan satuan waktu berbicara di udara," ujarnya.
Ia memaparkan nilai satuan pulsa antara satu provider dan yang lainnya tidak sama walaupun misalnya sama-sama Rp10 ribu, waktu bicaranya berbeda. "Kemudian pulsa juga sulit untuk ditukar kembali dengan uang dan masih ada masa kedaluwarsa," ujarnya.
Ia memberi contoh, jika ada yang ingin mengganti provider, sisa pulsa yang ada sulit untuk diuangkan. Terkait dengan penertiban, ia menyampaikan hingga saat ini belum ada laporan masuk. Namun, BI akan menyosialisasikan kepada publik.
Pada sisi lain, ia juga mengingatkan penyelenggara jasa pembayaran agar tidak menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun informasi transaksi pembayaran.
Siapkan aturan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menyiapkan aturan perlindungan konsumen tentang <>finansial technology (fintech) atau inovasi pembiayaan keuangan yang memanfaatkan teknologi sebagai pendukung.
"Untuk meminimalkan risiko transaksi <>fintech baik dari sisi konsumen maupun pelaku usaha perlu dibuat aturan perlindungan," kata Komisoner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti S Soetiono.
Menurut dia, regulasi yang akan segera diterbitkan diatur penerapan prinsip dasar dari perlindungan konsumen dari penggunaan fintech, meliputi transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan, dan keamanan data. "Juga akan diatur penyelesaian sengketa penggunaan <>fintech secara sederhana, cepat, dan terjangkau dari sisi biaya," ujar dia.
Hal senada diutarakan ekonom Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko. Dia menilai regulator perlu membuat regulasi yang lebih rigid, terutama terkait dengan aturan teknis pelaksanaan layanan keuangan tanpa kantor yang melibatkan agen-agen perbankan di daerah.
Selain itu, pengawasan oleh tim OJK yang bertugas di daerah juga harus dipastikan berjalan baik. "Pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk menghindari penyelewengan yang merugikan nasabah," ujarnya di Yogyakarta, Sabtu (1/4).(E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved