Program Pensiun Belum Populer

Fathia Nurul Haq
02/4/2017 15:57
Program Pensiun Belum Populer
(MI/Barry Fathahillah)


HANYA 22,6 juta pekerja per 1 Desember 2016 tercatat sebagai peserta program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). Namun dari jumlah itu hanya 13,7 juta saja yang ikut dalam program jaminan hari tua (JHT). Bahkan 9,1 juta peserta saja yang membeli manfaat jaminan pensiun.

Hal ini membuktikan bahwa program pensiun belum begitu populer di Indonesia. Padahal sejak 1 Juli 2015, seluruh perusahaan di Indonesia wajib mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, yang menyelenggarakan keempat program tersebut.

''Tidak semua perusahaan ikut dalam JHT ataupun Jaminan Pensiun, padahal ini manfaatnya banyak sekali,'' ujar Deputi Direktur Pengawasan Dana Pensiun Program Pensium Manfaat Pasti, Otoritas Jasa Keuangan Nina Patria Damayanti di Bogor, Sabtu (3/2).

Menurut Nina, BPJS Ketenagakerjaan sudah menerapkan pembukuan dana yang terpisah-pisah antar programnya. Sehingga, ketidaksertaan pekerja dalam program Dana Pensiun dan JHT tentunya akan membuat mereka smaa sekali tidak bisa mendapat manfaat tersebut.

Di sisi lain, karena BPJS Ketenagakerjaan merupakan leburan dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang sudah lama berdiri, kedua program yang kurang diminati itu sudah terlanjur punya kapitalisasi yang besar dengan beban yang sedikit, sehingga sangat menguntungkan.

Berdasarkan data OJK, per 1 Desember 2016, rasio manfaat terhadap iuran program JHT mencapai 75,46%, sementara JKK dan JKM masing-maisng hanya 25,9% dan 38,01%. Rasio aset bersih terhadap liabilitas JHT saja mencapai 1.392%, Jaminan Pensiun (JP) malah lebih besar yakni 2.733%. Sementara JKK dan JKM masing-masing tercatat sebesar 758% dan 936%.

Persoalan lain yang perlu diperhatikan mengenai penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan ialah instrumen investasi yang masih didominasi oleh instrumen-instrumen jangka pendek seperti deposito. Padahal instrument jangka panjang dibutuhkan agar grafik pertumbuhan investasi berkelanjutan. Selain itu, untuk program jangka panjang seperti JHT dan Jaminan Pensiun, dana yang dikelola jangka panjang harus juga dimanfaatkan untuk produk yang bertenor panjang.

Nani menjanjikan akan membuat sosialisasi yang lebih rinci agar, tren ini bisa diubah dan investasi dana jangka panjang tidak lagi menumpuk pada instrumen jangka pendek. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya