Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DITJEN Perpajakan Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan pihaknya belum menerapkan kewajiban bagi perbankan untuk menyerahkan data transaksi kartu kredit nasabah. Kendati klausul ini telah diundangkan sejak Juli 2016 lalu, DJP menegaskan saat ini fokusnya masih pada penyelenggaraan tax amnesty yang baru berakhir hari ini.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteady melalui siaran pers, Jumat (31/3) menjelaskan kewajiban penyampaian data transaksi kartu kredit oleh penyelenggara kartu kredit kepada Ditjen Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 dengan penyampaian data pertama kali telah dilakukan untuk periode Mei 2016. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak diundangkan pada 1 Juli 2016 kewajiban tersebut ditunda hingga selesainya periode Amnesti Pajak.
“Namun demikian walaupun kesempatan masyarakat mengikuti program Amnesti Pajak berakhir pada 31 Maret 2017, namun pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, khususnya implementasi pasal 18, baru berlaku setelah program Amnesti Pajak berakhir,” lanjut Ken.
Selain mengklarifikasi simpang siur arahan untuk bank segera menyetorkan laporan transaksi kartu kredit para nasabahnya, DJP juga menginformasikan pihaknya telah membuka 4 kantor pajak yang menerima surat pernyataan harta (SPH) untuk wajib pajak yang tinggal di area Jakarta namun nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang dimilikinya terdaftar pada kantor pajak di luar Jakarta.
“Empat lokasi (yang dimaksud) sebagai berikut, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40-42, Jakarta Selatan, Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, dengan alamat Jalan Jenderal Sudirman Kav 56, Jakarta Selatan, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dengan alamat Gedung A2 Lantai 5-6, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav 40-42, Jakarta Selatan, termasuk KPP PMA di Kompleks Pajak Kalibata, dan KPP Madya wilayah Jakarta, dengan alamat Jalan M.I. Ridwan Rais No.5A-7, Gambir, Jakarta Pusat,” lanjut Ken.
Selain itu, untuk melayani para wajib pajak yang ingin memanfaatkan tax amnesty di hari terakhir, khusus hari ini, bank persepsi akan beroperasi hingga pukul 9 malam nanti.
“Untuk memfasilitasi Wajib Pajak yang akan melakukan penyetoran penerimaan negara khususnya pembayaran uang tebusan Amnesti Pajak pada hari ini, Menteri Keuangan telah meminta Bank dan Pos Persepsi untuk dapat memperpanjang jam layanan loket penyetoran penerimaan negara hingga pukul 21.00 waktu setempat. Wajib Pajak diharapkan melakukan konfirmasi kepada Bank/Pos Persepsi terkait terlebih dahulu untuk memastikan jam layanan tersebut,” jelas Ken.
Reaksi Beragam
Industri perbankan memiliki reaksi yang beragam atas imbauan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) untuk menyerahkandata transaksi kartu kredit nasabah.
Salah satunya Bank Mandiri yang menyatakan kesiapannya dengan syarat sosialisasi gencar dilakukan baik oleh pihak perbankan maupun DJP guna mencegah kepanikan nasabah pengguna kartu kredit.
"Indonesia itu kan anggota G-20, ke depan sudah sepakat ada keterbukaan informasi terhadap pajak ya, institusi perpajakan kita. Kita harus sosialisasi ke nasabah ya, yang kita tau mungkin tidak aman. Tapi di negara semaju apapun semua akan dibuka sesuai dengan Automatic Exchange of Information (AEoI)," ucap Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo ditemui di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis (30/3).
Kepentingan Bank Mandiri ialah agar nasabah tidak panik ketika aturan ini ditetapkan. Tiko juga menaruh perhatian pada sejauh mana data bisa dibuka. Ia mengungkap sedang bernegosiasi dengan DJP agar informasi yang diberikan nantinya bisa disamarkan untuk menjaga privasi nasabah.
Pengalaman berbeda dirasakan oleh Bank OCBC NISP yang rupanya sudah menyiapkan rekapitulasi laporan transaksi kartu kreditnya sejak tahun lalu. "Tapi kan ternyata dipending jadi tahun ini. Kita sudah siapkan untuk dilaporkan, berupa rekapitulasi peenama pertransaksi dan jumlah transaksinya juga," tutur Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudadja secara terpisah.
Parwati mengakui sempat ada gelombang nasabah yang memutuskan untuk menutup kartu kreditnya karena khawatir akan privasi dan informasi yang dibagikan. Namun jumlahnya terbilang minoritas, bahkan kartu kredit beredar OCBC NISP tahun 2016 masih tumbuh 9% menjadi 16.000 dengan outstanding tumbuh hingga 18%.
"Tentunya kalau tahun ini kan sudah tax amnesty harusnya bukan masalah lagi. Waktu itu kan belum ada tax amnesty," lanjut Parwati.
Ia tetap optimis tahun ini kartu beredar masih tumbuh 10-15%, pun begitu dengan outstandingnya.
Reaksi yang berbeda muncul dari Bank Tabungan Negara (BTN) yang cenderung khawatir aturan ini akan mengganggu kepercayaan nasabah.
Karenanya, Direktur Utama BTN Maryono menekankan supaya revisi undang-undang perbankan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) harus lebih dulu terbit jika ingin perbankan segera melapor data kartu kredit.
"Harus ada suatu peraturan yang mendukung yang sangat kuat karena ini menyangkut masalah keuangan perbankan dan masalah kepercayaan kepada nasabah," ujar Maryono usai rapat dengar dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau 22 bank atau lembaga pengelenggara kartu kredit untuk menyiapkan dan melaporkan data kartu kredit untuk keperluan perpajakan. Aturan ini terkait dengan AEoI yang diproyeksi berlaku efektif pada 2018 nanti.
Karenanya, Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Achmad Baiquni berpandangan dukungan terhadap langkah yang akan diambil pemerintah tersebut harus terlebih dahulu melihat berbagai peraturan yang dirumuskan dalam Perppu AEoI. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved