Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DALAM masyarakat Asia, khususnya di Indonesia, orang belum disebut makan jika belum makan nasi.
Itu sebabnya suka ada candaan meski sudah menyantap mi dua mangkok, jika belum mengonsumsi nasi, disebut belum makan.
Namun, candaan semacam itu mungkin kelak tak akan terdengar lagi.
Berdasarkan artikel di The Economist baru-baru ini, konsumsi nasi di Asia perlahan mulai menurun.
Sejauh ini, dari 90% konsumsi nasi dunia, 60%-nya berada di Tiongkok, India, dan Indonesia.
Selama periode 1960 hingga 1990-an, konsumsi nasi di wilayah itu terbilang stagnan, yakni 85 kg hingga 103 kg per tahun.
Namun, berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), sejak 2000 konsumsi nasi di Tiongkok, Indonesia, Korea Selatan, dan Singapura, mulai menurun.
Masyarakat di wilayah itu kini mulai terbiasa mencari asupan kalori dari sayuran, buah-buahan, daging, ikan, dan produk pangan lainnya.
Bahkan, banyak dari mereka yang mulai mengganti nasi dengan gandum.
Kecenderungan itu terjadi di Vietnam dan Thailand.
Berdasarkan estimasi atau perkiraan USDA, pada 2016-2017, konsumsi gandum di negara-negara ASEAN sekitar 23,4 ton.
Padahal, pada 2012-2013 hanya sekitar 16,5 ton dan itu kebanyakan impor.
Hal serupa diperkirakan terjadi di Asia Selatan.
Sejauh ini, konsumsi gandum masyarakat di ASEAN memang baru berkisar 26 kg per orang per tahun atau jauh di bawah konsumsi dunia yang mencapai 78 kg/orang/tahun.
Akan tetapi, menurut Rabobank, bank yang jadi pemain utama dalam pendanaan bahan pangan dan pertanian serta perbankan berkelanjutan, tren mengonsumsi gandum itu bakal terus meningkat.
Di Indonesia sendiri impor gandum pada tahun lalu menurun.
"Hal ini karena didorong oleh adanya bahan substitusi gandum yang tidak merupakan bahan makanan pokok di Indonesia," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, di Jakarta, Rabu (15/3).
Kendati demikian, dengan melihat kecenderungan perubahan pola konsumsi masyarakat di Asia tersebut, fakta itu bisa jadi bahan pertimbangan di tengah upaya ekstensifikasi lahan pertanian yang kini tengah digalakkan.
Setidaknya, selain perluasan lahan, pemerintah perlu memikirkan pula diversifikasi pangan sehingga tidak ada anekdot 'Horas bah, tidak ada beras makan gabah'.
Setidaknya kita masih bisa makan mi, kentang rebus, atau jagung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved