Dua Klub Sepak Bola Ingin Go Public

Fetry Wuryasti
08/3/2017 08:20
Dua Klub Sepak Bola Ingin Go Public
(PENYERANG Arema FC, Cristian Gonzales (kanan) berusaha melewati hadangan pemain Semen Padang, Novrianto di leg kedua semifinal Piala Presiden di Stadion Kanjuruhan, Malang---Antara/Ari Bowo Sucipto)

TINGGINYA peluang meraup dana segar dari pasar modal membuat dua klub sepak bola yang bermarkas di Pulau Jawa memiliki rencana untuk go public, masuk bursa, dengan menjual saham kepada investor di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Namun, keinginan mereka terganjal oleh perbedaan sistem pencatatan akuntansi yang berlaku di Indonesia dengan di luar negeri yang menganggap pemain sebagai aset dan bukan sekadar biaya.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan pihaknya telah meminta agar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bisa menjembatani perbedaan itu sehingga dapat membantu keinginan klub sepak bola Indonesia melepas saham mereka ke publik.

"Persoalan mendasarnya, pegawai, yakni pemain sepak bola di Indonesia, dianggap expend atau beban sehingga bila gaji naik, beban naik. Kalau di luar negeri, pemain itu menjadi aset sehingga gaji menaikkan ke aset, yang nanti dijual lagi. Jadi, pemain bola itu diperjualbelikan. Kalau gaji saja, accounting-nya sulit. Makanya kami minta IAI buat aturan mainnya, PSAK-nya mana," ujarnya di Gedung BEI, kemarin.

Melepas sebagian sahamnya ke publik merupakan hal yang telah dilakukan beberapa klub besar sepak bola dunia. Sebut saja Manchester United (MU) yang pertama kali masuk bursa pada 1990. Kemudian pada 2012 pemegang 98% saham mereka, pengusaha Amerika Malcom Glazer, mencatatkan saham MU di bursa saham New York dengan menjual 16,7 juta saham miliknya pada harga US$14 per saham.

Kemudian ada klub Lazio di Italia yang 33,30% sahamnya dipegang publik. Lalu klub Jerman Borussia Dortmund yang masuk bursa pada Oktober 2000 dan sebagian besar saham mereka dipegang publik. Juventus juga terdaftar di Borsa Italiana sejak 3 Desember 2001. AS Roma pun terdaftar di sana dengan sekitar 22% saham milik publik.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menjelaskan hal lain yang perlu dipenuhi klub sepak bola Indonesia ialah bentuk usaha. Beberapa klub sepak bola berbentuk unit usaha. Jadi, teknis aturannya harus dirancang untuk pengelolaan model perusahaan terbatas (PT), seperti penempatan pemain sebagai aset atau bukan.

"Kalau dia lakukan transfer pemain, bagaimana? Itu yang dibicarakan dengan IAI. Teknis pendapatannya seperti apa," ujarnya. Sebagian klub liga di Indonesia sudah berbentuk PT dan punya pendapatan dari iklan dan sponsor, seperti klub Persib. Beberapa dari mereka ingin meraih dana publik karena mereka melihat ini suatu kesempatan untuk menambah modal kerjanya. "Sedangkan kalau penyerapan diserahkan kepada investor," ungkapnya.

Faktor transparansi
Ketua Ikatan Akuntan Indonesia Djohan Pinnarwan mengatakan yang terpenting bagi investor ialah menempatkan uang mereka dengan aman. Investor sendiri bagi klub bola dapat menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan atau sustain karena ada rasa fanatisme. Namun, penawaran saham perdana harus diikuti dengan persiapan harga dan infrastruktur, yaitu akuntansinya, good corporate governance, dan transparansi kepada pemiliknya.

"Investor mengandalkan transparansi apa pun informasi yang ada di dalam sampai ke luar. Transparansi menandakan adanya good corporate governance. Jadi, bukan semata-mata akuntansinya. Tiga ini yang menunjang kepercayaan investor, selain tentu saja kefanatikan suporter bola," ujar Djohan. (B-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya