Setrum Batu Bara Diefisiensikan

Dero Iqbal mahendra
06/3/2017 07:03
Setrum Batu Bara Diefisiensikan
(Petugas memantau "Heavy Dump Truck" yang menurunkan batubara di kawasan tambang batubara milik Adaro, Tabalong, Kalimantan Selatan---Antara/Sigid Kurniawan)

LANGKAH Kementerian ESDM untuk meningkatkan efisiensi dari pembangkit tenaga listrik uap (PLTU) dengan membedakan ketentuan antara PLTU mulut tambang dan nonmulut tambang diyakini akan dapat menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP).

Kementerian ESDM memang sudah mengharuskan setiap pembangkit di wilayah yang ada mulut tambangnya untuk membangun PLTU mulut tambang dan tidak diperkenankan lagi yang nonmulut tambang.

Kini ketentuan itu didukung dengan skema baru yang termaktub dalam Peraturan Menteri ESDM No 19/2017 tentang Pemanfaatan Batu Bara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik.

"Permen itu mengatur pola harga patokan tertinggi dan mekanisme pengadaan pembangkit. Permen ini diharapkan dapat menjaga BPP Pembangkitan Tenaga Listrik setempat agar lebih efektif dan efisien sehingga tarif tenaga listrik dapat lebih kompetitif," jelas Dirjen Ketenagalistrikan Jarman, di Jakarta, baru-baru ini.

Harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik mulut tambang ditetapkan maksimum 75% dari BPP nasional yang saat ini US$7,5 kWh. Itu dengan catatan BPP pembangkitan regional di bawah rata-rata BPP nasional.

Bila BPP pembangkitan regional di atas rata-rata BPP nasional, harga patokan tertinggi tetap 75% dari rata-rata BPP nasional. Ketentuan tarif tersebut dengan asumsi capacity factor (CF) pembangkit sebesar 80%.

Untuk PLTU nonmulut tambang, harganya dibatasi paling tinggi 100% BPP. Namun, jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan nasional

Skema tersebut diyakini dapat menekan biaya produksi di setiap wilayah. Pun, margin yang diterima produsen swasta (<>independent power producer/IPP) akan lebih tinggi selama menerapkan efisiensi. Ia berharap, dengan sistem tersebut, PLN akan bisa lebih sustain dan memperoleh margin yang baik.

Sistem tarif yang baru itu pun tidak lagi sepenuhnya bersifat business to business (b to b) yang dianggap Jarman justru acap menghambat negosiasi antara investor dan PLN.

Menurut dia, industri di dalam negeri juga bisa memetik benefit dari efisiensi listrik yang tercipta dari sistem anyar itu. "Tarif listrik harus kompetitif dibanding negara lain, harus kita turunkan. Ini efeknya ke industri hilirnya. Masyarakat juga perlu mendapat harga yang wajar, tetapi tentu menjaga supaya PLN tetap dapat margin," kata Jarman.

Sementara itu, Kementerian ESDM juga telah menerbitkan Permen ESDM No 1 Tahun 2017 tentang Kebijakan Operasi Paralel Pembangkit Tenaga Listrik dengan Jaringan Tenaga Listrik PLN.

Peraturan ini diterbitkan untuk mengatur konsumen listrik, biasanya industri, yang memiliki dan mengoperasikan pembangkit sendiri melalui interkoneksi (operasi paralel) dengan sistem PLN.

Selama ini, pengenaan biaya paralel yang diatur PLN dirasakan masih terlalu tinggi oleh konsumen yang melakukan operasi paralel. Dengan permen itu, biaya untuk operasi paralel khususnya biaya kapasitas, dapat diturunkan sekitar 25%-30% setiap bulannya.

Kepala Divisi Niaga PT PLN Benny Marbun menjelaskan, biaya operasi paralel terdiri atas tiga komponen, yakni biaya penyambungan, biaya kapasitas, dan biaya pembelian tenaga listrik. Biaya penyambunganya sesuai dengan Permen ESDM No 33/2014 jo 08/2016.

Untuk biaya kapasitas, PLN dapat menerapkan biaya kapasitas lebih rendah tanpa persetujuan menteri. "Jika PLN menerapkan biaya kapasitas lebih mahal, wajib mendapat persetujuan Menteri," ujarnya.

Untuk mendukung pelaksanaan operasi paralel, PLN tengah menyusun petunjuk teknis dan standar perjanjian untuk operasi paralel dan menyampaikan laporan pelaksanaannya secara berkala kepada Dirjen Ketenagalistrikan. "Juklak-nya (petunjuk pelaksanaan-red) sedang dalam finalisasi. Mudah-mudahan dalam bisa segera selesai," pungkas Benny.(Tes/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya