Dua Sisi Mata Uang di Era Digital

Dwi Tupani
06/3/2017 06:37
Dua Sisi Mata Uang di Era Digital
(MI/Galih Pradipta)

PERKEMBANGAN ekonomi digital yang kian pesat membuat industri perbankan harus berbenah diri agar tidak tertinggal. Masa jaya uang tunai sudah lama tergantikan oleh kartu debit dan kredit. Era kartu pun perlahan-lahan mulai tergantikan oleh era tanpa kartu (cardless) yang diwakili internet banking dan aplikasi mobile (mobile apps).

"Menariknya mobile apps itu bisa diakses kapan saja, di mana saja, tetapi tidak oleh siapa saja," ujar Kepala Divisi Layanan dan Contact Center PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (BRI) Joice Farida Rosandi diskusi Tantangan Perbankan di Era Digital di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/3).

Menurut Joice, kekhususan era digital ialah risiko terhadap kejahatan perbankan akan ditanggung secara personal oleh nasabah. Meski nasabah kian dimudahkan, di sisi lain mereka harus menjadi pintu gerbang terakhir yang kukuh untuk tidak bisa ditembus para sindikat kejahatan siber (cyber crime) perbankan. "Nasabah internet banking kini harus memiliki strong password, tidak weak password."

Strong password yang dimaksud ialah kata kunci yang menggunakan kombinasi huruf besar dan kecil, serta angka. Berbeda dengan weak password seperti kombinasi tanggal lahir, repetisi angka yang mudah ditebak. "Sebaliknya peran bank sendiri tentunya dalam hal teknologinya. Kini bank harus memiliki sistem yang advance juga dalam menghadapi kejahatan siber," tuturnya.

BRI kini telah memiliki satelit sendiri. Dengan satelit BRI Sat tersebut, perusahaan menargetkan bisa meningkatkan sebaran nasabah ke seluruh pelosok Indonesia melalui jalur digital banking. Menurut Corporate Secretary BRI Hari Siaga Amijarso, regulator meminta perbankan harus mendorong terwujudnya masyarakat nirtunai (cashless society), tetapi sekaligus efisien dari sisi biaya. Hal itulah yang membuat perusahaan mendorong agen Laku Pandai BRI, yaitu BRI Link bisa bertransaksi secara daring.

"Agen-agen BRI Link di daerah akan jadi masa depan BRI. Saat ini mereka menggunakan EDC, ke depan kita harapkan sudah menggunakan mobile apps saja," kata Hari.

Hari memaparkan, hingga akhir 2016, agen BRI Link sudah mencapai 84.550. Itu meningkat signifikan 68,2% daripada Desember 2015 sebanyak 50.529 agen. Volume transaksi BRI Link pun per Desember 2016 sudah mencapai Rp139,1 trilin, melesat 287,5% ketimbang Desember 2015 sebesar Rp35,9 triliun.

Fakta yang juga unik, lanjut Hari, ialah komposisi terbesar transaksi agen BRI Link justru di Sumatra sebesar 36% di area dekat perkebunan. Pencapaian itu melebihi di Jawa 32% dan Indonesia Timur 32%. "Ke depan kami mendorong tidak ada lagi cash diterima agen, tapi transaksi nontunai dari rekening ke rekening." (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya