Transmisi Menjadi Nadi

Tesa Oktiana Surbakti
23/2/2017 09:48
Transmisi Menjadi Nadi
(Pekerja memasang kawat baja sebelum pengujian menara transmisi listrik milik PLN yang dibuat PT Bukaka Utama Teknik Tbk di Bojonegara, Banten---ANTARA/Saptono)

DALAM sistem ketenagalistrikan, keberadaan transmisi disebut sebagai nadi. Karena itu, masifnya pembangunan pembangkit listrik tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan transmisi yang berfungsi mendistribusikan pasokan energi.

"Kalau pembangkit itu jantung, justru transmisi kayak nadi. Bergeraknya pasokan energi ini harus melalui transmisi sehingga kita tidak hanya fokus 35 ribu megawatt (Mw), tapi juga mengebut transmisi," ujar Dirut PT PLN Sofyan Basir dalam forum group discussion yang diadakan Nawa Cita Institute, di Jakarta, kemarin (Rabu, 22/2).

Menurutnya, pembangunan transmisi di era pemerintahan sebelumnya kerap terkendala oleh sejumlah persoalan, termasuk pembebasan lahan.

Namun, dengan adanya Peraturan Presiden No 4/2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, kendala itu perlahan dapat diurai. "Itu jadi terobosan bagi PLN bisa membeli (lahan) dengan harga pasar. Pembebasan lahan jadi lebih cepat," tutur Sofyan.

Salah satu proyek transmisi yang tengah dikebut ada di wilayah Sumatra dengan tegangan 275 kilovolt (kV) dan 500 kV. Untuk transmisi 275 kV, perseroan menargetkan beroperasi sepenuhnya pada 2017.

Salah satu seksi jalur transmisi yang sudah selesai membentang dari Lahat hingga Muara Bungo dengan panjang 389 kilometer sirkuit (kms). Sementara itu, transmisi 500 kV ditargetkan rampung pada akhir 2018.

Transmisi diibaratkan tol listrik yang dapat mentransfer pasokan listrik yang berlebih di wilayah selatan untuk berge-rak ke utara Sumatra. Wilayah Sumatra Selatan, misalnya, tercatat sebagai lumbung listrik lantaran memiliki sumber energi berupa batu bara.

Sementara itu, pertumbuhan konsumsi listrik Sumatra tergolong tinggi, yakni 8% per tahun. "Kalau tol listrik selesai, jadinya kelebihan di selatan bisa dibawa ke utara. Dengan begitu, masalah kelistrikan di beberapa wilayah Sumatra dapat diselesaikan melalui distribusi," imbuh Direktur Bisnis Regional Sumatra Amir Rosidin yang menuturkan PLN tengah mempertimbangkan untuk memiliki usaha pertambangan sendiri seiring dengan tingginya kebutuhan batu bara untuk operasional pembangkit.

Peluang bagi lokal
Pembangunan sistem kelistrikan di Tanah Air belum terlepas dari kebergantungan pada komponen impor. Hal itu diamini Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI).

"Kalau untuk generator besar, kita (industri komponen) memang belum bisa, tapi untuk generator kecil pun sering terimpit pasokan impor," tutur Ketua APLSI Karnadi Kuistono.

Pemakaian komponen impor menyebabkan standardisasi serapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 30% belum berjalan optimal. Ia berharap pemerintah menegakkan kebijakan itu agar industri komponen lokal bisa kian berkembang.

Dengan target kapasitas terpasang 114 ribu Mw pada 2025 dan 400 ribu Mw pada 2050, otomatis terdapat pembangunan infra-struktur ketenagalistrikan be-sar-besaran. Semestinya, itu menjadi peluang bagi pergerakan industri komponen lokal.

"<>Local content katanya harus meningkat, tapi sampai kini saya belum melihat ada strategi khusus dari kementerian teknis terkait. Kita bangun pembangkit di mana-mana, harusnya dapat diterobos pabrikan domestik. Dalam rencana umum energi nasional, kita paksa di 2020 harus ada pembangkit 200 Mw desain Indonesia," cetus anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran dalam kesempatan sama.(E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya