Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DEMI mencapai target pertumbuhan ekspor 5,6% tahun ini, pemerintah akan menggiatkan perjanjian dagang bilateral untuk memacu ekspor ke negara-negara nontradisional. Insentif pun akan diupayakan bagi industri berorientasi ekspor.
Dalam rapat kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, kemarin, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan berbagai tantangan global masih membayangi ekspor ke negara-negara tradisonal seperti AS dan Tiongkok. Alhasil, ekspansi ke pasar nontradisional jadi keniscayaan.
"Kita memang targetkan perluasan ekspor ke negara nontradisional, seperti Nigeria, Afrika Selatan, dan negara-negara Timur Tengah," ucap Enggar.
Belum optimalnya penetrasi ke pasar ekspor nontradisional disebut Enggar lantaran bea masuk yang tinggi di negara-negara itu. Pun, dia mengakui ada pula potensi pasar di Timur Tengah (Timteng) yang sempat terabaikan pemerintah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyoroti rendahnya ekspor ke pasar nontradisional seperti Afrika, Timteng, dan India. Ia mengatakan nilai ekspor Indonesia ke negara-negara Afrika baru US$4,2 miliar dari potensi US$550 miliar. Potensi ekspor ke Timteng yang mencapai US$975 miliar baru dimanfaatkan US$5,2 miliar.
Persoalan bea, ujar Enggar, bisa diatasi dengan kerja sama bilateral. Hingga saat ini, Indonesia belum punya pakta perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan negara-negara di Afrika dan Timteng. Enggar menjanjikan, tahun ini akan menyelesaikan sejumlah FTA dengan beberapa negara nontradisional, salah satunya Afrika Selatan.
Untuk pasar ekspor tradisional, pemerintah fokus menuntaskan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Indonesia-European Union CEPA, dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)."IA-CEPA kita sepakati 2017 selesai. RCEP juga diupayakan tahun ini," ujar Enggar.
Ekonom Ina Primiana menggarisbawahi perlunya intelijen pasar utusan pemerintah masuk ke negara-negara potensial untuk menjajaki dan membaca pasar, juga mencermati regulasi.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mengusulkan insentif bagi industri padat karya yang berorientasi ekspor, dengan investasi besar dan serapan tenaga kerja masif. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan insentif itu bisa berupa tax allowance atau pemotongan pajak penghasilan (PPh).
Usul itu, lanjutnya, sudah disampaikan kepada Menteri Keuangan. Nantinya, industri padat karya dapat dikenai tarif PPh lebih rendah, dengan besaran variatif, tergantung skala masing-masing.
"Kami akan coba potong PPh-nya, mungkin 5%, dengan syarat 5%-nya itu digunakan untuk investasi, bukan untuk dividen. Dengan demikian, bisa mendorong ekspansi," tutur Airlangga.
Menurutnya, industri berperan signifikan atas ekspor. Pada 2016, ekspor produk industri US$109,76 miliar dan berkontribusi 76% dari total ekspor 2016.
Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita, menyarankan insentif diberikan kepada industri dengan tenaga kerja di atas 1.000. Dengan begitu, industri yang tenaga kerjanya kurang dari itu bisa termotivasi menambah pekerja. "Selain daya saing industri meningkat, tenaga kerja ikut terserap. Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui."(Arv/Fat/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved