Fry Engle: Stabilitas Keuangan Bergantung pada Risiko

Andhika Prasetyo
22/2/2017 18:50
Fry Engle: Stabilitas Keuangan Bergantung pada Risiko
(ANTARA FOTO/Audy Alwi)

STABILITAS keuangan adalah hal utama yang pasti ingin dicapai semua negara. Kondisi keuangan yang saat ini stabil tidak menjamin akan tetap stabil di tahun-tahun yang akan datang.

"Bak danau tenang yang sewaktu-waktu bisa surut atau meluap, kondisi keuangan pun sama. Tidak ada yang bisa menjamin," ujar peraih Nobel Ekonomi 2003 Robert Fry Engle III di Universitas Katholik Atma Jaya, Jakarta, Rabu (22/2)

Ia mengatakan stabilitas keuangan bukanlah kondisi sama sekali tidak ada risiko. Justru, lanjutnya stabilitas keuangan itu sangat bergantung pada risiko.

"Seperti kera yang ingin menangkap serangga di pucuk pohon, ruang geraknya semakin luas, potensi dapat semakin besar, tetapi risikonya juga tinggi," ungkapnya.

Maka dari itu, pemerintah dari setiap negara harus membuat regulasi yang tepat dan kuat untuk mencegah terjadinya risiko yang mungkin timbul. "Regulasi harus didesain dengan tepat untuk mengurangi risiko sistemik," paparnya.

Persitiwa yang dapat mengguncang stabilitas keuangan banyak negara di dunia, ucap Robert, terakhir kali terjadi pada tahun lalu setelah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa.

"Risiko stabilitas keuangan meningkat tajam, 20 negara Eropa terdampak, AS, Kanada, Jepang, Australia. Lalu gejolak itu menurun beberapa bulan kemudian dan akhirnya naik lagi setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS,” terangnya.

Menurutnya, saat ini dunia harus menunggu apakah AS akan benar-benar menerapkan kebijakan yang diambil oleh Trump.

Kendati demikian, ia menyebutkan, pasar saham cukup antusias dengan agenda yang diusung Trump, seperti gagasan untuk mengurangi beberapa peraturan perbankan atau revisi kebijakan Dodd-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act.

Trump baru saja menandatangani perubahan peraturan yang sebelumnya disahkan Barrack Obama. Saat itu, Obama ingin memastikan stabilitas keuangan tidak terganggu pascakrisis keuangan 2007. Namun, Trump menilai kebijakan itu terlalu berlebihan dan mengekang sistem keuangan AS.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya