Pengamat Diajak Pahami Harga Beras Secara Rasional

MIOL
21/2/2017 13:57
Pengamat Diajak Pahami Harga Beras Secara Rasional
(ANTARA/Basri Marzuki)

KEMENTERIAN Pertanian mengjak masyarakat, khusus ekonom Faisal Basri untuk memahami harga gabah dan beras secara rasional agar pendapatnya bisa menyejukkan hati masyarakat, khususnya petani.

"Petani memeroleh harga wajar dan konsumen tersenyum, tidak berdampak besar pada inflasi adalah referemsi pemerintah dalam menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Beras di tingkat petani dan penggilingan. Yaitu Rp. 3700/kg untuk GKP dan Rp. 7300/kg untuk beras medium," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Agung Hendriadi, Selasa (21/2)

Dalam kerangka ketahanan pangan nasional dan kesinambungan produksi, pemerintah melalui beberapa lembaga terkait selalu mengawal ketat HPP tersebut. Dan sampai hari ini masih terjaga dengan baik, walaupun di beberapa wilayah khususnya di Pulau Jawa harga GKP cenderung di bawah HPP hingga Rp. 2700/kg GKP. Itu terjadi karena cuaca yang kurang bersahabat saat panen melimpah sekarang ini.

Pada kondisi tersebut, ujarnya, pemerintah pun melakukan intervensi agar petani tidak merugi dan tetap semangat berproduksi. Agung menjelaskan dengan cara sederhana dan rasional dalam menghitung keuntungan petani dengan HPP tersebut.

Penjelasan Agung tersebut terkait dengan kritik yang dilontarkan Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri terhadap Kementan yang menurutnya selalu mengklaim bahwa harga beras di Indonesia lebih murah ketimbang negara lain.

Melalui akun twitter @FaisalBasri, Kementan dinilai mirip Presiden AS Donald Trump dan Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer yang rajin menyanggah pemberitaan dengan pendapat dan fakta versinya sendiri yang akurasi dan kredibilitasnya diragukan.

Ekonom UI Faisal Basri melontarkan kritik pedas terhadap kementerian pertanian (kementan) yang mengklaim harga beras di Indonesia lebih murah ketimbang negara lain.

Melalui akun twitter @FaisalBasri, kementan dinilai mirip Presiden AS Donald Trump dan Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer. Di mana, kementan rajin menyanggah pemberitaan dengan pendapat dan fakta versinya sendiri yang akurasi dan kredibilitasnya diragukan.

- See more at: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2361072/klaim-harga-beras-kementan-disanggah-faisal-basri#sthash.kzO6GMud.dpuf

Agung menjelaskan bahwa struktur pembentuk harga beras di Pasar Induk yakni (1) harga GKP, (2) biaya penggilingan, dan (3) biaya pengangkutan dan pemasaran yang dikenal dengan margin Pengangkutan dan Pemasaran (MPP). Total kesemuanya akan membentuk harga beras di Pasar Induk.

Dalam hitungan kasar, dijelaskan Agung, anggap saja untuk 1 ha, biaya olah dengan traktor Rp 1,2 juta + biaya tanam dengan trasplanter Rp. 1,6 juta + benih Rp. 1,2 juta + Pupuk Rp 1,3 juta/ha + Penyiangan Rp. 1 Juta dan Penen Rp. 1 juta, maka total biaya produksi padi/ha berkisar Rp 7-8 juta/ha.

Kalau prdiktivitas rata 5,2 ton/ha, dengan HPP GKP Rp 3700/ha, maka keuntungan petani/ha berkisar Rp 10-11 juta. Kalau umur tanaman 3 bulan, berarti pendapatan petani bersih hanya Rp 3,5 juta/bulan. Angka ini tentu masih belum memadai untuk ukuran hidup sekarang.

Dia melanjutkan untuk hitungan harga beras. Dengan rendemen giling GKP ke beras 52%+biaya giling, pengangkutan dari sawah ke penggilingan dan dan karung, maka harga beras medium belum ditambah keuntungan akan berkisar Rp 6800/kg. Sehingga dengan perhitungan cermat dan akurat, pemerintah menetapkan HPP beras medium Rp 7300/kg.

Pertanyaannya, imbuh Agung, layakkah kita ingin menekan harga GKP dan beras di bawah HPP tersebut agar harga beras lebih murah? Selanjutnya Agung menghitung biaya pengangkutan dari penggilingan ke Pasar Induk sebagai pembentuk harga beras ketiga, yang dikenal dengan tatakelola distribusi

Terkait tatakelola distribusi pangan, khususnya beras dari penggilingan sampai Pasar Induk, dikatakan pemerintah pernah menghitung besarnya Margin Pengangkutan dan Pemasaran (MPP). Untuk kondisi geografis Indonesia (Kepulauan), infrastruktur yang masih belum memadai, moda transportasi yang belum efisien ditambah tanpa adanya subsidi BBM, besarnya MPP mencapai rata 30% dari HPP beras, sehingga wajar kalau harga rata rata beras di Indonesia di Pasar Induk mencapai Rp. 10.150/kg.

Dengan gambaran sederhana di atas, imbuhnya, apakah tidak lebih baik ekonom Prof Faisal Basri yang pernah menangani tatakelola migas yang juga belum membuahkan hasil, memberikan solusi permanen menekan MPP ketimbang membanding-bandingkan harga beras dengan negara lain. "Ingat, bahwa kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani adalah tujuan akhir kita dalam membangun ketahanan pangan nasional," ucapnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya