Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KEMENTERIAN Pertanian (Kemtan) mengajak masyarakat, termasuk pengamat ekonomi, untuk memahami harga gabah dan beras secara rasional agar pendapatnya bisa menyejukkan hati masyarakat, khususnya petani.
Menurut Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Agung Hendriadi, "Petani memperoleh harga wajar dan konsumen tersenyum, tidak berdampak besar pada inflasi " adalah referensi pemerintah dalam menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Beras di tingkat petani dan penggilingan. Yaitu Rp. 3700/kg untuk GKP dan Rp. 7300/kg untuk beras medium.
Menurut Agung, dalam kerangka ketahanan pangan nasional dan kesinambungan produksi, pemerintah melalui beberapa Lembaga terkait selalu mengawal ketat HPP tersebut. Dan sampai hari ini masih terjaga dengan baik, walaupun di beberapa wilayah khususnya di Jawa harga GKP cenderung di bawah HPP anjlok hingga Rp. 2700/kg GKP, karena cuaca yang kurang bersahabat saat panen melimpah sekarang ini.
Pada kondisi tersebut, pemerintah pun melakukan intervensi agar petani tidak merugi dan tetap semangat berproduksi.
“Dengan cara sederhana dan rasional marilah kita hitung keuntungan petani dengan HPP tersebut. “
Agung mengatakan, sebelumnya perlu dipahami struktur pembentuk harga beras di Pasar Induk. Harga beras di Pasar Induk, kata dia, dibentuk oleh (1) harga GKP, (2) biaya penggilingan, dan (3) biaya pengangkutan dan pemasaran yang dikenal dengan Margin Pengangkutan dan Pemasaran (MPP). Total kesemuanya akan membentuk harga beras di Pasar Induk.
“Anggap hitungan untuk 1 ha, biaya olah dengan traktor Rp 1,2 juta + biaya tanam dengan trasplanter Rp. 1,6 juta + benih Rp. 1,2 juta + Pupuk Rp 1,3 juta/ha + Penyiangan Rp. 1 Juta dan Penen Rp. 1 juta, maka total biaya produksi padi/ha berkisar Rp 7-8 juta/ha,” ujarnya.
“Kalau produktivitas kita ambil rata 5,2 ton/ha, dengan HPP GKP Rp 3700/ha, keuntungan petani/ha berkisar Rp 10-11 juta. Kalau umur tanaman 3 bulan, berarti pendapatan petani bersih hanya Rp 3,5 juta/bulan. Angka ini tentu masih belum memadai untuk ukuran hidup sekarang, “ imbuhnya.
Sedangkan untuk penghitungan beras, lanjut Agung, dengan rendemen giling GKP ke beras 52%+biaya giling, pengangkutan dari sawah ke penggilingan dan dan karung, maka harga beras medium belum ditambah keuntungan akan berkisar Rp 6800/kg. Sehingga dengan perhitungan cermat dan akurat, Pemerintah menetapkan HPP beras medium Rp 7300/kg.
"Pertanyaannya, Layakkah kita ingin menekan harga GKP dan beras di bawah HPP tersebut agar harga beras lebih murah?,” ujar Agung.
Selanjutnya untuk biaya pengangkutan dari penggilingan ke Pasar Induk sebagai pembentuk harga beras ketiga, yangdi kenal dengan tatakelola distribusi, Agung mengatakan t erkait tatakelola distribusi pangan, khususnya beras dari penggilingan sampai Pasar Induk, pemerintah pernah menghitung besarnya Margin Pengangkutan dan Pemasaran (MPP).
Untuk kondisi geografis Indonesia (Kepulauan), infrastruktur yang masih belum memadai, moda transportasi yang belum efisien ditambah tanpa adanya subsidi BBM, besarnya MPP mencapai rata 30% dari HPP beras, sehingga wajar kalau harga rata rata beras di Indonesia di Pasar Induk mencapai Rp. 10.150/kg.
“Dengan gambaran sederhana di atas, apakah tidak lebih baik ekonom Faisal Basri yang pernah menangani tatakelola migas yang juga belum membuahkan hasil, memberikan solusi permanen menekan MPP ketimbang membanding bandingkan harga beras dengan negara lain. Ingat, bahwa kedaulatan pangan dan kesejahteraan petabi adalah tujuan akhir kita dalam membangun ketahanan pangan nasional,” ujarnya. RO/OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved