Gross Split Diminta Lebih Fleksibel

MI
13/2/2017 09:00
Gross Split Diminta Lebih Fleksibel
(Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah---MI/Adam Dwi)

PEMERINTAH baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 8/2017 tentang kontrak bagi hasil gross split. Terbitnya aturan itu ternyata dirasa dunia usaha masih kurang atraktif untuk meningkatkan investasi hulu migas.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah mengatakan skema gross split semestinya dibuat lebih fleksibel. Investor berharap diberi pilihan oleh pemerintah untuk menerapkan skema bagi hasil gross split atau tidak.

"Beberapa kebijakan pemerintah kita sambut baik, tapi belum menjawab apa yang diharapkan industri. Dari segi keekonomian belum terjawab. Gross split kita minta untuk lebih fleksibel boleh pilih itu atau tidak. Jangan dipaksa," ucap Sammy dalam diskusi di Jakarta, kemarin (Minggu, 12/2).

Menurutnya, skema gross split akan menguntungkan lapangan minyak yang sudah berproduksi dan yang akan habis masa produksinya. Namun, itu tidak menarik bagi lapangan minyak yang masih dalam tahap eksplorasi.

"Kami pun sudah bicara dengan Pak Wamen (wakil Menteri ESDM) dan beliau bilang kalau belum pas, nanti mereka akan kaji kembali," paparnya.

Sebaliknya, Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara berpendapat tidak semua aturan bisa mengakomodasi seluruh pihak. Menurutnya, aturan gross split dan kebijakan pemerintah lainnya saat ini sudah cukup menggairahkan investasi di sektor migas.

Dia malah menekankan pemerintah dan DPR semestinya mempercepat revisi UU Migas yang menjadi pokok permasalahan investasi migas selama ini. "Menurut saya, aturan sekarang masih menarik. Indonesia masih oke dari sisi fiskal dan letak demografisnya. Yang ditunggu investor ini revisi UU Migas. Itu paling penting," imbuh Benny.

Menggairahkan investasi
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja menilai pihaknya sudah ber-upaya menggairahkan kembali investasi hulu migas. Revisi PP No 79/2010 dan Permen No 8/2017 merupakan beberapa upaya untuk mempercepat waktu temuan cadangan sampai lapangan migas berproduksi.

"Sebelumnya, birokrasi sangat berbelit. Dari temuan cadangan hingga berproduksi butuh waktu 16 tahun. Dengan regulasi <>gross split ini, kita harapkan bisa lebih cepat," tukasnya.

Penurunan investasi hulu migas, menurutnya, sudah terjadi setelah UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dirilis. Investasi kemudian makin anjlok pascapenerbitan PP No 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Harga minyak dunia turut menurunkan minat investor berbisnis migas di Indonesia. Wiratmaja menyebut nilai investasi hulu migas pada 2016 tinggal US$11,1 miliar dari US$20,3 miliar pada 2013, sebelum harga minyak anjlok.

"Kita harap aturan pembangunan kilang dan cadangan operasional BBM yang dibuka lebar bisa dimanfaatkan para investor berinvestasi di tengah rendahnya harga minyak,"

Wiratmaja mengatakan Kementerian ESDM berniat mengeluarkan peraturan menteri ESDM tentang pembukaan data. Pihaknya ingin data-data wilayah subsurface (wilayah di bawah permukaan tanah, khususnya di bawah laut). Tujuannya para ahli dan investor mau menganalisis cadangan migas di Indonesia, terutama di wilayah timur.(E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya