Kapital Terus Mengalir Masuk

Dwi Tupani
13/2/2017 08:51
Kapital Terus Mengalir Masuk
()

BANK Indonesia (BI) mencatat total dana asing yang masuk atau capital inflow mencapai Rp24,4 triliun hingga minggu pertama Februari. Jumlah itu meningkat ketimbang periode yang sama di tahun lalu.

"Di Indonesia minggu lalu ada outflow, tapi year-to-date masih ada (inflow) Rp24,4 triliun. Di tahun lalu periode sama saya enggak ingat kira-kira Rp20 triliun," kata Gubernur BI Agus Martowardojo, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dirinya menambahkan ada peluang dana asing keluar atau capital outflow akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan melakukan pemotongan pajak. Meski demikian, hal itu belum dapat dipastikan.

"Kami tidak ingin katakan emerging market akan kena dampak kebijakan fiskal atau trade AS. Kami sampaikan fundamen ekonomi kita baik dan memiliki daya tahan. Ini adalah kondisi stabil dan baik untuk pertumbuhan ekonomi berkesinambungan," ujar Agus.

Sementara itu, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat indeks harga saham gabungan (IHSG) selama sepekan atau periode 6-10 Februari 2017 menguat 0,20% menjadi 5.371,67 poin.

Kepala Divisi Komunikasi BEI Yulianto Aji Sadono mengatakan rata-rata nilai transaksi harian di BEI selama pekan lalu naik 23,74% menjadi Rp8,65 triliun, dengan kenaikan rata-rata volume transaksi harian sebesar 17,71% menjadi 27,24 miliar lembar saham.

Investor asing yang juga cukup aktif melakukan aksi beli selama sepekan itu pun turut menjaga laju IHSG. Pada periode 6-10 Februari 2017, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp223 miliar. "Sepanjang tahun ini, beli bersih (net buy) investor asing mencapai Rp73,8 triliun," kata dia.

Kuatnya arus kapital masuk ke Tanah Air secara konsisten terjadi selama beberapa waktu terakhir. Dalam laporan Neraca Pembayaran 2016 yang dirilis akhir pekan lalu, BI mencatat surplus transaksi modal dan finansial yang cukup besar di triwulan IV 2016, mencapai US$6,8 miliar. Untuk keseluruhan tahun, surplus transaksi modal dan finansial tersebut mencapai US$29,2 miliar, lebih tinggi ketimbang capaian di 2015 sebesar US$16,8 miliar.

"(Pada 2017) aliran modal neto diperkirakan lebih moderat. Hal itu dampak kondisi ketidakpastian ekonomi global terutama adanya risiko dari berbagai kebijakan pemerintah AS dan kemungkinan naiknya the Fed Fund Rate," demikian dikemukakan pihak bank sentral.

Komoditas
Defisit pada transaksi berjalan--antara lain menggambarkan kegiatan perdagangan barang dan jasa--pada 2016 turun menjadi US$16,3 miliar atau 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Tahun sebelumnya, defisit transaksi berjalan sebesar US$17,5 miliar atau 2% dari PDB.

Dari evaluasi BI, performa tersebut antara lain ditopang membaiknya ekspor sejumlah komoditas baik secara volume maupun harga di pasar global. Pada komoditas minyak nabati, misalnya.

Di triwulan IV, ekspor riil minyak nabati naik 6,7% setelah empat triwulan sebelumnya terus menurun. Harga ekspor minyak nabati di triwulan tersebut naik 24,8%, sedangkan untuk keseluruhan tahun tumbuh 12,5% atau berbalik dari tahun sebelumnya yang justru kontraksi.

Harga batu bara juga mencatat kenaikan lebih dari 54% pada triwulan IV. Kenaikan harga didorong permintaan Tiongkok dan pembatasan produksi batu bara di negara-negara lain.

Kenaikan harga komoditas di pasar global membuat pemerintah optimistis aktivitas ekspor dapat berkontribusi lebih besar pada upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi 5,1% di tahun ini. Optimisme itu disampaikan Wapres RI Jusuf Kalla.

"Walaupun masih ada risikonya, jika dibandingkan dengan masalah-masalah tahun lalu, ini jauh lebih baik, yakni pada komoditas dan perkembangan ekonomi yang lainnya sehingga kita lebih optimistis lagi," kata dia di Kantor Wapres, Jakarta, akhir pekan lalu.(Fat/Ant/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya