Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PENGEMBANGAN listrik dari panel surya butuh lebih dari sekadar pancaran sinar yang konstan sepanjang tahun. Mahalnya biaya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) itu perlu disikapi dengan memangkas beragam hambatan agar ia tidak bergantung pada subsidi, tapi tetap terjangkau oleh konsumen.
"Besarnya biaya pembangunan infrastruktur memang jadi pekerjaan rumah kita untuk mengembangkan EBT, terutama pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan di sela forum Abu Dhabi Sustainability Week dan World Future Energy Summit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), kemarin, seperti dilaporkan wartawan Media Indonesia Jajang Sumantri.
Posisi geografis Indonesia yang membuat pasokan sinar matahari tidak konstan pun merupakan tantangan tersendiri karena berkonsekuensi kebutuhan baterai dengan kapasitas besar.
Alhasil, listrik dari PLTS di Tanah Air masih dibanderol sekitar US$0,15 per kilowatt per hour (kwh), atau sekitar Rp2.000 per kwh. Adapun biaya pokok produksi (BPP) listrik di Indonesia saat ini, yang masih didominasi sumber tenaga batu bara, sekitar Rp1.352 per kwh.
Maka, tidak mengherankan jika mulanya Jonan sempat tidak percaya harga jual listrik tenaga surya yang menggerakkan kebutuhan energi di Masdar City, sebuah kota terintegrasi di Abu Dhabi, dijual amat murah. Harganya kurang dari US$0,0299 per kwh, atau Rp390 per kwh.
"Mereka bisa menekan banyak komponen karena tidak terhadang batasan lahan, dan pembiayaan bisa mereka sediakan sendiri," kata Jonan seusai berbincang dengan CEO Masdar City, Moh Jameel Al Ramahi.
Untuk membangun Masdar City, anak usaha Mubadala Development Company, perusahaan pelat merah UEA itu, berani menggelontorkan miliaran dolar untuk riset dan pengembangan.
Hasilnya ialah gedung-gedung dengan desain hemat energi dan air hingga 50%. Panel surya bertaburan di setiap atap gedung dan driverless electric vehicles sebagai moda transportasi di Masdar City. "Ini proyek percontohan. Sinar mentari tidak akan habis, sementara energi fosil ada batas cadangannya," papar Ramahi.
Dalam perkembangannya, kota itu berencana menaungi 1.500 startup ramah lingkungan, dan mendirikan universitas eco-friendly yang menciptakan green tech entrepreneurs.
Prakiraan biaya pembangunan Masdar City yang akan rampung pada 2025 ialah 1,8 miliar pound sterling atau setara Rp28,9 triliun.
"Memang harus keluar modal untuk riset dan pengembangan. Itu bisa kita siasati dengan mengundang investor. Masih banyak hal yang juga harus kita benahi, mulai pengadaan tanah, perizinan, hingga harga jual listrik. Itu fokus kita untuk membuat PLTS jadi sumber listrik andal yang terjangkau seluruh masyarakat," tandas Jonan. (E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved