Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEPANJANG 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan luar negeri Indonesia mencapai US$8,78 miliar. Adapun total nilai ekspor US$144,43 miliar dan impor US$135,65 miliar.
Meski surplus, capaian itu dianggap belum menunjukkan pulihnya perdagangan Indonesia. Pasalnya, perolehan ekspor dan impor pada 2016 lebih rendah dari 2015. Ketika itu, ekspor mencapai US$150,36 miliar dan impor US$142,69 miliar.
"Surplus 2016 tetap belum menunjukkan pemulihan karena ekspor dan impor masih turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya," ujar Kepala BPS Suharyanto saat jumpa pers di Jakarta, kemarin (Senin, 16/1).
Kondisi tersebut, menurutnya, merupakan imbas penurunan harga komoditas dan melemahnya perekonomian negara-negara tujuan ekspor Indonesia, seperti Jepang, Tiongkok, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan beberapa negara ASEAN.
Surplus 2016, lanjutnya, ditopang ekspor sektor nonmigas, terutama sektor industri pengolahan, industri pertambangan, dan industri pertanian. "Perlu dilihat sektor mana yang menjanjikan dan perlu dibenahi. Sektor pertanian ini bisa dipacu melalui pengolahan," sarannya.
Suharyanto turut menyoroti tiga provinsi yang berkontribusi 40,18% terhadap ekspor nasional, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. "Agak mengkhawatirkan kalau bergantung pada tiga provinsi. Wilayah lain harus berupaya lebih keras," ia mewanti-wanti.
Dalam kesempatan terpisah, Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui kinerja perdagangan luar negeri belum pulih. "Tetapi arah perbaikannya sudah betul," tutur Darmin.
Ia memprediksi, tahun ini, neraca dagang tidak menurun lagi. Kinerja Januari, ujar Darmin, akan menanjak mengikuti perbaikan yang mulai berlangsung sejak akhir 2016.
"Mungkin (neraca dagang) akan naik sedikit di 2017. Paling tidak ekonomi kita mesinnya sudah mulai bekerja penuh ketimbang dulu," tuturnya.
Ekonom UGM Tony Prasetiantono menambahkan, tren harga komoditas mulai membentuk ekuilibrium. Dengan begitu, ia berharap kinerja perdagangan tahun ini lebih stabil. Kementerian Perdagangan sebelumnya memprediksi laju ekspor nonmigas tahun ini 5,6%
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menilai keberlanjutan surplus perdagangan berimbas positif terhadap kurs rupiah. Terbukti, Desember lalu, BPS mencatat apresiasi rupiah kepada dolar AS mencapai 0,74%.
"Tren neraca dagang secara historis menjadi tulang punggung tren rupiah sehingga kurs rupiah terhadap dolar diperkirakan bisa menguat dalam jangka panjang."
Terobosan
Di lain hal, BPS menilai keinginan memperbesar penetrasi ke pasar nontradisional bukan perkara mudah. "Pangsa ekspor, khususnya nonmigas, tidak terlalu berubah. Mengubah struktur membutuhkan waktu lama," ujar Suharyanto.
Menurutnya, memang tidak mudah menjadikan pasar nontradisi-onal seperti Afrika, Bangladesh, Iran, Mesir, dan Amerika Latin bergeser menjadi pasar utama ekspor nasional.
Dalam neraca perdagangan Januari-Desember 2016, pasar ekspor utama Indonesia untuk nonmigas masih ditempati AS (11,94%), Tiong-kok (11,49%), Jepang (10,06%), dan India (7,56%).
"Susah (mengubah struktur pasar ekspor) karena kita harus melakukan negosiasi terlebih dahulu, mencari pembeli potensial, siapa perantara, dan konsumennya seperti apa," imbuh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo.
Ia pun menyarankan kementerian teknis dan pemangku kepentingan terkait lain mengintensifkan penetrasi dengan menggandeng otoritas setempat.(Arv/Fat/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved