Kementerian Pertanian Cita-citakan Mandiri Alsintan

Andhika Prasetyo
06/1/2017 21:22
Kementerian Pertanian Cita-citakan Mandiri Alsintan
(MI/Eva Pardiana)

DEMI mencapai swasembada pangan secara menyeluruh, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menginginkan Indonesia tidak lagi melakukan importasi termasuk alat-alat pendukung pertanian seperti alat mesin pertanian (alsintan).

“Kami ingin agar semua alsintan yang digunakan di Indonesia itu diproduksi di dalam negeri. Kami ingin Indonesia mandiri alsintan,” ujar Amran di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jumat (6/1).

Salah satu upaya yang sangat mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, ungkap Amran, adalah dengan menyinergikan semua perusahaan alsintan, baik swasta atau milik negara, dengan lembaga riset, termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Balitbangtan).

“Sehingga semua akan lebih mudah karena berada dalam satu bingkai.”

Dengan total anggaran Rp2,9 triliun, pada 2017, bantuan alsintan yang diberikan pemerintah kepada para petani di seluruh Indonesia ditargetkan mencapai 79 ribu unit dengan rincian traktor roda dua dan hand sprayer masing-masing 25 ribu unit, pompa air 21 ribu unit, traktor roda empat 3 ribu unit, rice transplanter 3 ribu unit, cultivator 2 ribu unit dan excavator 150 unit.

Dari semua peralatan tersebut, Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir menyebut sebagian besar sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

“Hanya tinggal traktor roda empat dan excavator yang masih harus impor," ujar Syakir.

Saat ini, perusahaan swasta di dalam negeri baru mampu menghasilkan 400 traktor roda empat sepanjang tahun, sehingga masih diperlukan kapasitas produksi sebanyak 2.600 unit lagi untuk menghapuskan importasi alsintan yang sebagian besar didatangkan dari Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang tersebut.

Syakir mengungkapkan pihaknya telah melakukan berbagai macam penelitian dan pengembangan alsintan, termasuk traktor roda empat yang cocok untuk digunakan di dalam negeri, untuk bisa diproduksi dalam jumlah besar.

“Kami juga sudah membuat combine harvester atau alat mesin panen yang dwifungsi, bisa untuk memanen padi dan juga jagung. Kalau impor kan hanya untuk satu fungsi saja, untuk padi atau jagung saja,” tuturnya.

Kendati demikian, ia mengatakan Balitbangtan dalam hal ini hanya bisa berperan sebagai inovator. Adapun, untuk produksi secara massal, ia menyerahkan seluruhnya kepada perusahaan-perusahaan di Tanah Air.

“Kami mengizinkan siapa saja untuk memproduksi alsintan hasil inovasi Balitbangtan selama mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperbanyak produk itu,” ucapnya.

Penerapan mekanisasi pertanian sangat didorong pemerintah karena dapat mengefisiensi proses produksi pertanian. Combine harvester, contohnya. Mesin yang menggabungkan tiga fungsi pemotongan, perontokan hingga pembersihan itu dapat memangkas waktu memanen dari 16 jam menjadi 1 jam untuk setiap hektarenya.

Dengan begitu, biaya produksi pun bisa ditekan hingga 50%. “Dulu, dengan panen manual, biayanya bisa sampai Rp2 juta, sekarang dengan alat ini hanya butuh Rp1 juta.” (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya