RI Siapkan Banding

Jessica Sihite
24/12/2016 07:51
RI Siapkan Banding
(ANTARA/Puspa Perwitasari)

ORGANISASI Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memenangkan Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS) terkait pengaduan dua negara itu terhadap kebijakan restriksi impor produk pertanian pemerintah Indonesia.

Menyikapi putusan WTO, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan pihaknya akan mengajukan banding.

"Kita akan banding karena itu kasus lama dan sekarang kita melakukan banyak perubahan lewat paket-paket kebijakan," ujar Enggar di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, salah satu kebijakan Indonesia yang dipersoalkan Selandia Baru dan AS ialah kebijakan impor berdasarkan musim giling dan tanam pada 2011.

Dia pun mengkritik kebijakan rezim lalu.

"Itu kan ada batasan yang dikeluarkan pada 2011 mengenai kita impor dilihat dari musim giling dan tanam. Nah, mereka tidak mau ada batasan. Kita memang salah karena kenapa dulu dikasih tahu kalau ada musim tanam. Ya, kan kita yang kasih izin impor, ya bilang kasihnya nanti saja," cetusnya.

Enggar melihat gugatan dua negara tersebut sudah tidak relevan dengan kebijakan perdagangan Indonesia saat ini.

Menurutnya, paket-paket kebijakan dari pemerintah sejak tahun lalu sudah memberikan kemudahan untuk berusaha.

Ia pun mengklaim sudah berbincang dengan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia terkait persoalan tersebut.

Kedua pihak sepakat hubungan dagang akan tetap berjalan seperti biasa meski Negeri Kiwi memenangi gugatan atas Indonesia. "Saya bilang, kita akan banding, tetapi tidak mengurangi kesepakatan perdagangan di antara kedua negara," paparnya.

Washington dan Wellington telah menuduh Indonesia melanggar peraturan perdagangan internasional sejak 2011 dengan pengetatan impor yang diterapkan pada beragam produk pertanian, mulai dari buah sampai hewan ternak. Pengaduan diajukan pada 2013.

Salah satu akibat dari kebijakan Indonesia soal impor daging adalah anjloknya penerimaan ekspor Selandia Baru dari US$185 juta pada 2010 menjadi US$48,8 juta pada 2012.

WTO belakangan memutuskan 18 kebijakan Indonesia yang dikeluhkan Selandia Baru dan AS memang tidak konsisten dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.

"Ini hasil krusial bagi eksportir pertanian Selandia Baru. Ini merupakan bukti kami proaktif memperjuangkan hak kami, menghilangkan non-tariff barrier atas nama industri Selandia Baru," ujar Menteri Perdagangan Selandia Baru Todd McClay, seperti dilansir AFP, kemarin.

Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediayana menyebutkan keputusan WTO sudah menjadi konsekuensi bagi negara yang menjadi anggotanya.

"Ini sudah konsekuensi. Pemerintah tidak dapat diskriminatif. Sejauh memenuhi persyaratan teknis, daging sapi dari mana pun dapat masuk," ujar Teguh saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Ia berharap kasus itu menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk lebih serius dalam menghadapi perdagangan bebas sekaligus melindungi peternak dalam negeri.

"Pemerintah selama ini hanya menerapkan kebijakan nontarif dalam bentuk kuota atau larangan impor dari negara-negara bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Itu juga sudah tidak konsisten lagi kan, dari India saja sudah bisa masuk."

Teguh menilai, industri peternakan di dalam negeri akan lebih terjaga jika pemerintah menerapkan kebijakan tarif.

Seperti AS dan Kanada, ujarnya, yang mematok tarif tinggi atas produk susu impor.

"Itu terbukti dapat menjaga industri susu mereka," terangnya.

Kini, sambungnya, jika produk olahan hewan pada akhirnya semakin bebas masuk ke Tanah Air, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan industri peternakan di dalam negeri dengan melakukan efisiensi.

(Pra/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya