Kontrak Karya tidak untuk Freeport Semata

Tesa Oktiana Surbakti
23/12/2016 11:21
Kontrak Karya tidak untuk Freeport Semata
(Antara/Panji)

PEMERINTAH berencana menambah waktu pengajuan perpanjangan kontrak karya (KK) perusahaan tambang menjadi maksimal lima tahun sebelum masa kontrak habis. Namun, pelonggaran itu bukan untuk mewadahi kepentingan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah mengajukan permintaan perpanjangan KK di awal 2016 dari kontrak pertambangan mereka yang baru habis pada 2021.

Dalam revisi Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, permohonan perpanjangan KK dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) paling cepat diajukan dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir.

"Pemerintah sepakat perpanjangan (kontrak) itu enggak mungkin dua tahun, bolehlah dibahas lima tahun sebelum kontrak ber-akhir," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan seusai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Jonan langsung menepis pe-rombakan ketentuan itu untuk memuluskan jalan pengajuan kontrak lebih awal yang dilakukan PTFI. "Ini untuk siapa saja. Jangan tanya Freeport atau apa, enggak ada hubungannya. Enggak ada PP dibuat untuk satu perusahaan."

Perusahaan tambang tembaga asal Amerika Serikat itu memang meminta kepastian kontrak lebih awal untuk menghimpun dana pembangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). "Perubahan ketentuan itu juga masih harus menunggu persetujuan presiden," kata Jonan.

Di samping itu, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban membangun smelter seperti ketentuan UU 4/2009 (UU Minerba), tetap tidak akan diberi izin mengekspor konsentrat mereka. "Kalau mau ekspor tidak melakukan pemurnian, itu harus berubah menjadi IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Karena di UU Minerba, yang IUPK tidak ada batas waktu (ekspor)," ujarnya.

Relaksasi ekspor konsentrat untuk IUPK itu akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri ESDM 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri. Namun, pemegang KK dan IUP operasi produksi mineral logam tetap hanya diperbolehkan ekspor konsentrat tiga tahun setelah Permen ESDM itu terbit, atau maksimal 12 Januari 2017.

Pemerintah pun berkukuh menjalankan pelarangan ekspor mineral mentah (ore) yang merupakan bentuk keberpihakan pada penghiliran di sektor pertambangan.

"Mineral mentah tetap tidak boleh (diekspor)," timpal Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono.

Sanksi tetap menanti
Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan perubahan KK menjadi IUPK menjadi jalan keluar yang paling tepat bila perusahaan ingin tetap mengekspor konsentrat. Namun, relaksasi itu harus diiringi komitmen perusahaan membangun smelter dalam lima tahun dengan kemajuan yang terukur setiap tahunnya. Bila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, pemerintah akan memberikan sanksi.

"Ya ada deadline dan ada komitmen juga. Ada komitmen tertulis bahwa mereka akan mematuhi itu. Tapi setiap tahun sampai tahun kelima harus 100%. Kalau enggak, tahun pertama pun akan ada sanksinya," tukas Darmin. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya