Kandas, Negosiasi Damai Pajak Google

Fathia Nurul Haq
21/12/2016 09:38
Kandas, Negosiasi Damai Pajak Google
(MI/ROMMY PUJIANTO)

TITIK temu perihal kisruh pembayaran pajak Google kepada Indonesia masih jauh panggang dari api. Kemarin, pihak Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan malah mengemukakan negosiasi penyelesaian (settlement) selama beberapa bulan terakhir kandas sei­ring penolakan Google terhadap angka pembayaran pajak yang diajukan pemerintah Indonesia.

Dengan begitu, Kepala Kanwil DKI Jakarta Khusus DJP, Muhammad Haniv, mengatakan pihaknya akan melanjutkan pemeriksaan biasa. Artinya, tawaran tarif ‘damai’ bagi Google tak berlaku lagi. “Tahun depan bukan settlement lagi. Settlement saya tutup. Kita lanjutkan pemeriksaan biasa, bukti permulaan. Google tahun depan berikan datanya, saya hitung pajaknya, dan ingat konsekuensinya denda 150%,” kata Haniv di Kantor Pusat DJP, kemarin, seperti dilansir Metrotvnews.com.

Ia menjelaskan Google tahun depan harus membuka pembukuan atau memberi data seluruh transaksi di Indonesia dalam bentuk file elektronik. Data itu harus diserahkan pada Januari. Jika Google mangkir, ia mengaku tidak segan melakukan investigasi menyeluruh (full investigation). Konsekuensinya, Google terancam denda lebih besar lagi, yakni 400%, seperti diatur dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan. Adapun dengan estimasi denda 150% saja, Google ditaksir punya kewajiban pajak sekitar Rp5 triliun.

“Katanya dia mau beri pembukuannya, tapi enggak dikasih-kasih. Masak secara elektronik data lama. Sampai sekarang belum. Yang dikasih baru data akuntansi ketikan. Kita maunya laporan keuangan, nih revenue di Indonesia sekian,” imbuh Haniv.

Mengenai angka settlement pajak yang disampaikan pemerintah, lanjutnya, Google pun menawar lebih rendah. Padahal, Haniv mengklaim angka pemerintah amat konservatif. “Misalnya saya ungkapkan 10, dia masuk ke angka 2. Seperlimanya. Lo kok malah kayak di pasar,” ucapnya gemas.

Ia menambahkan, pemilihan angka damai itu berdasarkan kasus di London dan India. Kasus pajak Google ini merupakan modus baru yang memang belum ada aturan pajaknya di dunia, jelasnya, sehingga bisa sangat fleksibel untuk negosiasi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Google Indonesia belum merespons surel dari Media Indonesia. Sebelumnya, pada September silam, Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana menyatakan pihaknya telah mengikuti peraturan dari pemerintah Indonesia. Itu termasuk membayar semua pajak yang berlaku di Indonesia.

Tim reformasi
Di lain hal, Kementerian Keuangan kemarin membentuk tim reformasi untuk mempersiapkan sistem perpajakan dan kepabeanan yang lebih kredibel. Hal itu diharapkan mempertebal kepercayaan masyarakat terhadap aparat perpajakan sehingga dapat mendongkrak penerimaan.

“Tujuan tim ini untuk membantu institusi pajak serta bea cukai yang kredibel dan bisa dipercaya publik dan mampu melaksanakan tugas sesuai konstitusi, yaitu kumpulkan penerimaan negara, ciptakan kepastian usaha, melayani masyarakat dengan integritas dan efisiensi tinggi,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani seusai meresmikan pembentukan tim reformasi di Kantor DJP, Jakarta, kemarin.

Tim itu akan bekerja hingga 2020. Selain jajaran pejabat internal, tim juga beranggotakan pengusaha, pengamat perpajakan, dan stakeholder lain.

Staf Ahli Kemenkeu Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo yang juga ditunjuk sebagai ketua tim pelaksana, mengatakan salah satu tujuan utama timnya ialah memacu rasio pajak terhadap produk domestik bruto dari 11%-12% menjadi 15%. (E-1)

fathia@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya