Jangan hanya Pusing soal Lifting

Fathia Nurul Haq
19/12/2016 08:26
Jangan hanya Pusing soal Lifting
(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

Penurunan cadangan terbukti minyak bumi nasional di tengah peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) membuat pemerintah terus merevisi target produksi siap jual (lifting) setiap tahunnya. Karena itu, wacana kesanggupan mencapai lifting hingga 825 ribu barel per hari (BPH) di atas target lifting yang disepakati dengan Komisi VII DPR dan pemerintah di angka 815 ribu bph dalam APBN 2017 harus diiringi upaya pembenahan konsumsi sekaligus diversifikasi sumber energi.

Wacana peningkatan produksi itu disampaikan Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi dalam kunjungan ke lapangan minyak Minas milik PT Chevron Pacific Indonesia di Riau, Sabtu (17/12).

“Tahun ini lifting 820 ribu bph, tapi saya sudah janjian dengan Kepala SKK Migas, kami bikin target sendiri minimal 825 ribu bph. Tapi Pak Amien nggak puas, katanya ‘Pak, jangan 825 ribu, 852 ribu saja’. Wah menarik, kita balik saja angkanya sedikit, ya,” katanya.

Amien mengakui kesepakatan itu sebagai pilihan rasional. “Kami ditawari, menekan cost recovery (pengembalian biaya operasi hulu migas) atau menaikkan lifting? Saya pilih menaikkan lifting,” katanya.

Amien pun berjanji siap menempuh segala upaya untuk mencapai target itu. “Tidak mudah, tapi mesti dicoba karena saat ini saja lifting mencapai 821 ribu bph.”
Namun, dalam pandangan pengamat energi Disan Budi Santoso, pemerintah perlu mengukur target lifting berdasarkan kebutuhan nasional, alih-alih sekadar mengejar penerimaan negara.

“Kalau untuk pendapatan negara, memang harus ditingkatkan. Tapi kalau untuk energi nasional, harus potensi energi lain yang dikembangkan,” ujarnya, kemarin.
Pendapatan negara juga bisa dicapai dengan efisiensi pengeluaran dan diversifikasi sumber energi yang ada ataupun pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Misalnya, optimalisasi batu bara yang volume produksinya lebih besar. “Satu ton batu bara 50 kalori energinya setara 4 barel minyak, produksi nasional bisa 300 juta ton per tahun. Itu setara 1,2 miliar barel per tahun,” tandasnya.

Efisiensi batu bara
Saat meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tenayan di Pekanbaru, Riau, kemarin, Jonan juga meminta adanya efisiensi pemakaian batu bara untuk listrik pembangkit berkapasitas 2x110 megawatt (Mw) yang sudah 95% terbangun itu.

“Bila PLTU Tenayan beroperasi, akan ada tambahan 220 Mw. Ini salah satu upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik di Riau yang rata-rata tumbuh 9% per tahun,” katanya.

Karena itu, ia meminta direksi PT PLN (persero) dan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, untuk mencari cara agar konsumsi energi dari 900 gr/kilowatt hour (kwh) bisa ditekan menjadi 500 gr/kwh agar tarif listriknya lebih murah.

Direktur Bisnis Regional Sumatra PLN Amir Rosidin menjelaskan kebutuhan batu bara PLTU Tenayan membutuhkan sekitar 1 juta ton per unit setiap tahun.

“Saat ini beban di Riau 570 Mw. Dengan tambahan kapasitas PLTU Balai Pungut 3x25 Mw dan Tenayan 110 Mw maka kapasitas pembangkit menjadi 662 Mw. Nanti ada tambahan lagi 110 Mw dan akan operasi maksimal Februari 2017 sehingga totalnya sekitar 772 Mw,” ujar Amir. (Ant/E-3)

fathia@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya