Membudayakan Menabung seperti Jepang

Fathia Nurul Haq/E-4
14/12/2016 05:21
Membudayakan Menabung seperti Jepang
(MI/Seno)

SEBAGIAN besar masyarakat Jepang gemar menabung dan berinvestasi. Namun, siapa sangka, budaya menabung ini bukanlah budaya asli dari bangsa tersebut. Bahkan pada masa lampau, oleh kepercayaan lokal setempat, menyimpan uang dianggap bukanlah suatu kebiasaan yang baik.

Namun, perlahan budaya tersebut bisa dikikis. Semuanya berkat upaya sosialisasi dan edukasi secara terus-menerus oleh pemerintah.

Upaya menghimpun kapitalisasi dari tabungan masyarakat dirintis Jepang sejak 1876.

"Pemerintah saat itu mendatangi para biksu untuk membantu mereka mengubah persepsi menabung di masyarakat, tetapi malah mendapat penolakan," jelas Profesor Universitas Keio, Jepang, Naoyuki Yoshino saat ditemui dalam seminar di Bali, Jumat (9/12).

Yoshino bercerita, meski ditolak, pemerintah tidak langsung patah arang. Mereka pun menggagas program mirip inklusi keuangan dan menetapkan target-target agar budaya berinvestasi lambat laun meningkat.

Salah satu strateginya ialah dengan memanfaatkan peranan kementerian pos dan telekomunikasi di sana sebagai bank.

"Pos punya 24.700 cabang yang tersebar sampai pelosok. Ini bisa dimanfaatkan untuk membuat budaya menabung tersebar," lanjut Yoshino.

Tanpa terasa, kegiatan menabung dan berinvestasi kini telah menjadi budaya di 'Negeri Sakura'. Jika dibandingkan dengan negara kita, budaya inklusi keuangan kita sangat tertinggal jauh ketimbang Jepang. Di 2014, misalnya, rasio inklusi keuangan nasional hanya 36%. Di sisi lain, Jepang sudah menghimpun kapital yang cukup besar untuk memberi utang kepada pemerintah Indonesia demi menambal biaya pembangunan.

Program serupa sebetulnya pernah digagas pemerintah Indonesia. Bedanya, PT Pos di Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dana itu secara langsung. Yoshino menilai dengan memanfaatkan jasa pos, menggalakkan budaya menabung jadi lebih efisien.

"Kita harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa tabungannya aman. Kalau kementerian pos tidak bisa, kita copot menterinya," tambahnya.

Menurut Yoshino, dibutuhkan waktu 20 tahun untuk membuat hampir seluruh masyarakat Jepang jadi terbiasa untuk menabung.

Hampir 150 tahun sejak saat itu, kini Jepang menjadi salah satu negara yang perekonomiannya dimotori investasi sehingga menghasilkan efek berkelanjutan.

Berkat budaya itu pula hampir seluruh surat utang yang diterbitkan pemerintah Jepang diserap investor domestik.

Hanya 8,4% dari total outstanding surat utang pemerintah yang diserap investor asing.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya