Konsisten Angkat Produksi untuk Daulat Energi

14/12/2016 08:50
Konsisten Angkat Produksi untuk Daulat Energi
(Rig Offshore Pertamina Hulu Energi WMO)

PEMENUHAN kebutuhan energi menjadi salah satu urat nadi dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran sebuah bangsa. Ketahanan energi sebuah negara ditentukan oleh kemampuannya untuk mengamankan pasokan untuk jangka panjang yang diiringi juga dengan upaya diversifikasi sumber energi tersebut.

Salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia adalah pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Di saat yang sama, upaya untuk memproduksi energi fosil dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (urenewable resources) itu harus berhadapan dengan keterbatasan penemuan cadangan dan penurunan produksi yang terjadi secara alamiah. Pun, dalam tataran global, BBM ialah komoditas strategis yang ketersedaiaan dan harganya rentan terhadap gejolak ekonomi, sosial dan politik.

Salah satunya yakni peran dari organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi (Organization pf petroleum exporting countris/OPEC).

Setiap tahunnya, harga emas hitam itu nyaris tidak pernah lepas dari kesepakatan penambahan ataupun pemotongan produksi antaranggotanya. Misalnya saja pada keputusan memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) dengan pagu produksi 32,5 juta bph di akhir November 2016 mampu mendorong kenaikan harga minyak bumi di atas US$50 per barel setelah dalam dua tahun terakhir berkutat di kisaran US$35 per barel.

Selain itu dalam dua tahun terakhir ini, hantaman fluktuasi harga minyak dunia juga turut langsung mengancam cadangan minyak dan gas bumi (migas). Pasalnya, investor migas terpaksa berlomba menahan laju kegiatan eksplorasi dan produksi lantaran dinilai tidak ekonomis.

Adanya gap antara produksi dan konsumsi pun belum membuat Indonesia sepenuhnya lepas dari ketergantungan impor minyak.

Saat ini, Indonesia memiliki 8 kilang dengan total kapasitas 1.169 ribu barel per hari (bph). Namun, utilitas kilang belum optimal. Padahal, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional setara dengan kapasitas pengolahan minyak mentahsebesar 1,5-1,6 juta barel per hari.

Upaya untuk memastikan kesinambungan sumber pasokan minyak mentah yang akan diolah butuh penguatan kemampuan produksi minyak mentah di sektor hulu migas. Itulah langkah yang terus dilakukan PT Pertamina (persero), badan usaha milik negara (BUMN) sektor energi yang menjadi tulang punggung penyediaan dan pendistribusian BBM nasional.

Untuk urusan ini Pertamina layak diacungi jempol. Di saat rata-rata kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas dan umumnya perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC) lain mengurangi produksi, kinerja sektor hulu Pertamina cukup moncer. Realisasi produksi migas Pertamina hingga kuartal III tahun ini mencapai 646 ribu BOEPD, naik 12,3% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi terdiri dari produksi minyak 309 ribu BPH dan gas 1.953 MMSCFD.

Kenaikan produksi
Kenaikan produksi itu disumbang dari beberapa lapangan utama, seperti Banyu Urip, Blok Cepu yang memproduksi minyak lebih dari 160 ribu barel per hari dan beberapa blok migas domestik dan internasional.

Pencapaian ini menjadi bekal untuk menatap tahun 2017 dan tahun-tahun berikutnya lebih optimistis. Blok Cepu tetap akan menjadi lumbung utama produksi dalam negeri, Blok WMO pascapenuntasan proyek WMO terintegrasi EPCI 1, dan juga melalui upaya anorganik, yaitu akuisisi blok-blok di luar negeri dan pengambilalihan pengelolaan Wilayah Kerja (WK) yang memasuki masa terminasi.

“Yang penting kami fokus di lapangan-lapangan yang memang bisa cepat berproduksi,” jelas Direktur Utama PT Pertamina (persero) Dwi Soetjipto.

Pertamina melihat harapan untuk menambah produksi dari Blok Mahakam, Kalimantan Timur, pascapemerintah mempercayakan pengelolaan blok migas itu kepada Pertamina mulai 31 Desember 2017.

Perseroan pun telah menyusun rencana kerja untuk pengelolaan blok tersebut ke depannya demi mendapatkan hasil maksimal bagi kebutuhan energi nasional. Rencana kerja itu antara lain terkait hak untuk melakukan pembiayaan atas WK Mahakam sebelum efektif dikelola Pertamina pada 1 Januari 2018.

Pertamina juga sudah menandatangani tata cara peralihan pengelolaan (Transfer of Operatorship Agreement/TOA) dan pelaksanaan kegiatan bantuan (Bridging Agreement (BA) pada 29 Juli 2016 selama masa alih kelola (2016-2017) dengan operator sebelumnya.

“Pada 2017, Pertamina akan mempercepat pengeboran 19 sumur yang akan dilakukan oleh operator lama dengan biaya dari Pertamina dengan target produksi pada 2018,” kata Dwi.

Pertamina telah menyiapkan investasi sekitar US$180 juta untuk proyek tersebut. “Upaya itu menjadi salah satu cara untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produksi migas Blok Mahakam secara optimal ke depannya.” Untuk itu pihaknya sudah menyusun rencana kerja dan anggaran (working program and budget/WP&B) 2017 bersama TEPI untuk segera diserahkan kepada SKK Migas.

Pertamina dan TEPI juga sudah memeriksa fisik aset dan material persediaan WK Mahakam sejak November 2016 bersama tim gabungan dari Kementerian ESDM, SKK Migas, dan DJKN Kementerian Keuangan. Hingga November 2016, produksi gas di Blok Mahakam mencapai 1,67 miliar kaki kubik (bcf) di atas target 2016 sebesar 1,43 bcf dan produksi kondensat 64 ribu BPH, di astas target 56 ribu BPH. (Tes/S-25)

jajang@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya