Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KETIKA Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 17/3/PBI/2015 mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah pada tahun lalu, rupiah tengah mengalami berbagai tekanan. Selain defisit transaksi berjalan, devaluasi nilai Yuan dan penundaan kenaikan suku bunga The Fed, tingginya permintaan dolar Amerika Serikat turut menyebabkan volatilitas nilai tukar rupiah.
Tercatat, transaksi valuta asing dalam negeri sebesar US$6 miliar atau lebih dari US$200 juta per hari. Tingginya jumlah transaksi domestik dalam dolar AS sangat memengaruhi nilai tukar. Sebagaimana hukum supply dan demand, permintaan yang tinggi menyebabkan harga naik.
Akibatnya? Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Pada Septermber 2015, rupiah bahkan menyentuh angka 14.300-14.550.
Masyarakat dan pelaku usaha terbiasa menggunakan dolar AS untuk transaksi yang sebenarnya bisa dilakukan dalam rupiah. Contoh sederhana, dalam bidang pariwisata. Kita bisa menemui dengan mudah di Bali pembayaran hotel dilakukan dalam dolar AS.
Di Batam dan Bintan yang berdekatan dengan Singapura, wisatawan asing kerap melakukan transaksi dalam dolar Singapura dan dolar AS. Rupiah seolah menjadi pilihan terakhir untuk transaksi.
Selaras dengan tujuan BI untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah mulai diberlakukan pada 1 Juli 2015.
Setelah setahun lebih berjalan, peraturan itu berhasil membawa dampak seperti yang diharapkan. Contoh sederhana, jarang sekali, bahkan hampir tidak ada baliho agen perjalanan ke luar negeri yang menawarkan harga paket dalam dolar AS, seperti sebelumnya. Padahal, dulu baliho semacam ini banyak ditemui di jalan, media cetak, dan elektronik.
Ketika Media Indonesia mengunjungi Batam dan Bintan, beberapa waktu lalu, harga hotel, restoran di daerah tujuan wisata dicantumkan dalam rupiah, demikian juga transaksi dilakukan dalam bentuk rupiah.
“Meskipun sebagian besar pengunjung ialah wisatawan asing, semua harga kami cantumkan dalam rupiah,” tutur Rumma, manajer Mutiara Beach Resort, Tanjung Pinang, Pulau Bintan.
Di Bali juga demikian, sebagian besar pengelola tempat wisata telah mencantumkan harga dalam rupiah, baik untuk transaksi tunai dan nontunai. Pelaku industri juga menyesuaikan dengan peraturan ini.
Gubernur BI Agus DW Martowardjojo bersama dengan Menteri Perindustrian Saleh Husin mendorong sektor industri mematuhi penggunaan rupiah untuk transaksi domestik, mengingat industri merupakan penggerak perekonomian nasional.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung dalam Sarasehan 100 Ekonomi di Jakarta, Selasa (6/12) menyatakan permintaan valuta asing menurun drastis setelah BI mewajibkan penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri. Penurunan ini termasuk permintaan valuta asing dari korporasi.
“Jumlah transaksi valas dalam negeri turun dari US$8 miliar menjadi US$1 miliar-US$1,5 miliar,” kata Juda.
Meskipun telah menuai hasil positif, BI masih memperkuat berbagai infrastruktur untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Salah satunya perjanjian bilateral nilai tukar mata uang (bilateral currency swap agreement/BCSA).
Dengan perjanjian itu, transaksi perdagangan dan investasi dilakukan menggunakan mata uang kedua negara tanpa harus diubah ke dalam dolar AS.
Tentu perjanjian ini lebih menguntungkan bagi likuiditas karena akan menekan permintaan terhadap dolar AS di kedua belah pihak.
BI telah menjalin kerja sama pertukaran mata uang dengan Tiongkok sejak 2010, sedangkan kerja sama dengan Korea Selatan telah dimulai sejak 2015.
BI juga melakukan perjanjian bilateral BCSA dengan Jepang sejak 2013, yang baru diperpanjang hingga 3 tahun mendatang pada Oktober lalu senilai US$22,76 miliar.
“Kerja sama ini juga merupakan komitmen untuk menjaga stabilitas keuangan regional di tengah ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Agus Marto dalam keterangannya kala itu, Sabtu (8/10) di tengah pertemuan tahunan IMF di Washington.
Juda menuturkan, selama ini, Indonesia tidak hanya mengacu kepada dolar AS untuk membandingkan nilai mata uang. Indonesia membandingkan mata uang rupiah dengan mata uang negara mitra dagang, di antaranya adalah Tiongkok, Jepang, Eropa dan Thailand menggunakan indikator Real Effective Exchange Rate (REER), salah satunya dari Bank for International Settlements (BIS).
Menurut data BIS, pada kuartal kedua 2016, REER rupiah mengalami depresiasi dari 92,1 pada kuartal pertama menjadi 90,8. Bisa disebut dengan kondisi rupiah sekarang, barang ekspor dari Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Tentu ini menjadi peluang untuk menggenjot sektor ekspor yang diharapkan akan mengurangi defisit transaksi berjalan. Transaksi berjalan yang sehat turut mempengaruhi kestabilan nilai rupiah.
Di samping berbagai upaya telah dilakukan BI dan pemerintah untuk mengendalikan nilai tukar rupiah, masih terbuka celah yang bisa dimaksimalkan agar rupiah semakin perkasa.
Dalam Sarasehan 100 Ekonomi, Presiden Joko Widodo juga mendorong untuk mengukur mata uang negara lain sebagai acuan dalam perdagangan.
“Kurs rupiah dan dolar (AS) bukan lagi tolok ukur yang tepat,” jelas Jokowi.
Menurut Jokowi, acuan kurs yang lebih relevan yaitu mata uang dari negara mitra dagang terbesar Indonesia.
Lebih lanjut Jokowi menyebutkan mitra dagang terbesar Indonesia ialah Tiongkok, sebesar 15,5%, Eropa 11,4%, diikuti Jepang 10,7%, sedangkan Amerika Serikat hanya berkontribusi 10% dari total transaksi perdagangan. Namun, apakah hal ini bisa direalisasikan?
Mengubah acuan mata uang menjadi selain dolar AS tentu bukan perkara mudah, karena secara umum perdagangan internasional masih menggunakan dolar AS.
Pemerintah juga harus memperhatikan likuiditas mata uang yang bersangkutan. Jika menggunakan yuan atau remimbi, ketersediaannya untuk transaksi juga harus diperhitungkan. Pada akhirnya, menjadikan rupiah berdaulat di negara sendiri akan turut berperan besar dalam perbaikan struktur ekonomi. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved