Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
Dinamika global sebagai reaksi dari perpolitikan Amerika Serikat membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat jauh dari fundamen perekonomian nasional. Hal itu membuat dolar AS dinilai tidak relevan lagi dijadikan tolok ukur perekonomian.
Alih-alih terus berpatokan pada dolar AS, Presiden Jokowi berpandangan lebih adil jika perekonomian juga diukur dengan nilai tukar mata uang negara mitra dagang lainnya, seperti yuan Tiongkok, won Korea, dan yen Jepang.
“Menurut saya kurs rupiah dan dolar bukan lagi tolok ukur yang tepat. Kan harusnya kurs yang relevan ialah kurs rupiah melawan mitra dagang terbesar kita. Kalau Tiongkok terbesar, ya harusnya rupiah-renminbi terbesar. Kalau Jepang, ya kursnya kurs rupiah-yen,” ungkap Presiden Jokowi dalam Sarasehan 100 Ekonom di Hotel Fairmont, Jakarta, kemarin.
Presiden juga berpendapat bahwa ekonomi yang stabil dan kuat seperti Indonesia tidak bisa terus-menerus di-ukur berdasarkan instrumen yang terlalu fluktuatif seperti dolar AS meskipun dominasi mata uang tersebut pada perdagangan internasional sulit dibantah.
Fluktuasi rupiah hingga kemarin masih berlangsung. Nilai rupiah sempat melampaui 13.800 per dolar AS seusai Donald Trump resmi terpilih sebagai presiden AS. Kemarin, rupiah dilaporkan ditutup di level 13.370 per dolar AS, menguat 70 poin dari penutupan hari sebelumnya.
Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter Juda Agung mengelaborasi sebab-sebab fluktuasi nilai tukar itu sebagian berasal dari dinamika global.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan meluruskan bahwa maksud Presiden bukanlah mengganti secara radikal patokan mata uang dalam perdagangan internasional, melainkan untuk membuat pandangan lebih komprehensif atas situasi terkini.
“Coba aja lihat, GDP (gross domestic bruto) kita turun waktu mata uang melemah dari 9.000 ke 12.000 (per dolar AS). Kita tidak beranjak dari di bawah US$10.000 miliar, malah turun. Sekarang mau naikin setengah mati hanya karena mata uang. Poinnya itu. Bukan semata-mata pakai yuan,” jelas Anton. (Fat/X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved