Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
POTENSI tanaman sagu dan jelutung secara ekonomi belum mampu menandingi kelapa sawit apabila tanaman tersebut sama-sama dibudidayakan di lahan gambut, kata pakar ilmu tanah.
Oleh karena itu, tidak tepat jika Badan Restorasi Gambut (BRG) mengarahkan petani untuk menanam sagu dan jelutung di lahan gambut, kata Guru Besar Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara (USU) Abdul Rauf, di Jakarta, Kamis (1/12).
"Jelutung maupun sagu memang cocok ditanam di lahan gambut, tetapi potensi ekonominya tetap jauh di bawah sawit. Jadi kebijakan BRG itu perlu dipertanyakan, karena baik jelutung maupun sagu itu secara ekonomi tidak feasible," ujarnya.
Menurut dia, pasar atau permintaan terhadap pati sagu dan getah dari kayu pohon jelutung saat ini masih kecil, sehingga harganya dipastikan akan murah.
"Dari sisi teknologi untuk mengolah pati sagu dan getah kayu jelutung saat ini juga belum siap. Intinya, perlu dana besar untuk mengembangkan kedua komoditas ini sehingga hasilnya bisa feasible," katanya.
Untuk itu, Abdul Rauf menyarankan kepada pemerintah agar fokus saja pada komoditas yang selama ini telah terbukti memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini sehingga tidak coba-coba mengembangkan tanaman lain yang belum tentu berhasil.
"Jangan khawatir kalau tanam sawit di lahan gambut, gambutnya akan terbakar. Buktinya ada kebun sawit di lahan gambut tapi tidak terbakar dan produksinya sangat bagus," katanya.
Dia mencontohkan perkebunan sawit di lahan gambut di daerah Pesisir Timur, Sumatra Utara, yang mencapai ratusan ribu hektare (ha) telah dikembangkan petani dan korporasi sejak 100 tahun hingga saat ini dan tidak pernah terbakar.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan pada dasarnya tanaman apa pun dapat dikembangkan di lahan gambut dengan teknologi ekohidro farming. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya
Tanaman, petani bebas memilih tanaman apa pun yang menguntungkan baginya.
"Saat ini pilihan petani ya sawit yang menguntungkan menurut petani. BRG dan siapa pun harus menghormati pilihan petani itu," katanya.
Menurut dia, sagu dan jelutung belum ada bukti empiris menguntungkan petani, bahkan tidak ada petani yang mengembangkan kedua tanaman itu.
"BRG perlu membuktikan secara empiris bahwa sagu dan jelutung menguntungkan petani. Jika untung petani pasti pilih," katanya.
Menurut Tungkot, saat ini pasar untuk sagu dan jelutung belum ada, berbeda dengan sawit di mana dan kapan saja petani dengan mudah bisa menjual TBS (tandan buah segar).
Setiap minggu petani panen dan bisa menjual TBS sehingga tersedia pendapatan untuk membiayai keluarganya, kata dia, pendapatan tiap pekan tersebut berlangsung sampai 25 tahun ke depan.
Hingga saat ini, katanya, tidak ada industri pengolahan pati sagu dan getah pohon jelutung karena keduanya belum banyak dimanfaatkan masyarakat sehingga pasar dua komoditas itu sangat kecil dan terbatas. Di dunia saat ini juga tidak ada yang mengembangkan secara komersial kedua komoditas tersebut. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved