Kasus Biosolar Terkontaminasi tidak Boleh Terulang

Tesa Oktiana Surbakti
25/11/2016 13:55
Kasus Biosolar Terkontaminasi tidak Boleh Terulang
(Dok.MI)

MENCUATNYA kasus biodiesel terkontaminasi air yang terjadi di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang PT Pertamina (Persero) sedikit banyak memengaruhi realisasi kebijakan mandatori biodiesel 20% (B20).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak pihak terkait, baik badan usaha maupun suplier yang membawa pasokan Fatty Acyd Methyl Ester (FAME), meningkatkan prosedur pengecekan agar peristiwa serupa tidak terulang.

"Kami sudah minta kedua belah pihak, Pertamina dan penyuplai, untuk meningkatkan standar operasional prosedur (SOP). Perketat akurasi aliran dari kapal, pipa, tangki sampai ke SPBU yang dekat dengan konsumen," tutur Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana dalam media briefing di Jakarta, Jumat (25/11).

Kasus ini, tegas Rida, harus menjadi atensi bagi berbagai elemen pelaku usaha yang menjalankan kebijakan yang merupakan amanat dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Percepatan Mandatori Biofuel.

Sebelumnya, Pertamina terpaksa menghentikan penyaluran produk biosolar dari TBBM Plumpang seiring mencuatnya laporan konsumen di wilayah Jabodetabek atas temuan biosolar terkontaminasi pascamengisi BBM di SPBU.

Alhasil, sementara waktu, konsumen di Jabodetabek hanya menemukan produk solar sebagai pengganti biosolar. Pertamina baru bisa melanjutkan pencampuran biosolar begitu pihak kepolisian menyelesaikan penyelidikan dan mencabut "police line" di area TBBM Plumpang maupun kapal pengangkut FAME.

Kuat diduga pasokan FAME sudah tercampur air selama proses pengangkutan oleh kapal suplier, Wilmar Group.

"Selain menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian selesai, Pertamina harus memastikan tangki yang akan beroperasi sudah benar-benar bersih," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Sekretaris Ditjen EBTKE Dadan Kusdiana tidak menampik terhentinya distribusi biosolar dari TBBM Plumpang cukup menunda capaian mandatori B20.

"Imbas dari Plumpang lumayan juga men-delay realisasi. Karena berkurang 5 ribu kilo liter (KL) selama beberapa waktu," tukas Deden.

Meski, lanjut dia, dampaknya tidak begitu signifikan. Kementerian ESDM mencatat serapan biodiesel per 22 November 2016 sudah mencapai 2,52 juta KL atau 87% dari target.

Komposisi serapan terdiri dari 90 persen Public Obligation Service (PSO) dan 10 persen non-PSO. Capaian itu dikatakan Deden sudah melampui realisasi tahun 2015 yang tidak lebih dari 2 juta KL. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya