Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SEJUMLAH kalangan berpendapat kasus ilegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) yang terjadi di Indonesia sangat marak. Bahkan, IUUF dinilai lebih sering terjadi ketimbang korupsi.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo menyatakan kasus korupsi tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan IUUF yang terjadi di perairan Indonesia.
Pasalnya, kasus IUUF bukan hanya menyangkut pencurian ikan, tetapi juga penggelapan barang, korupsi, pencucian uang, perbudakan manusia, hingga narkoba.
"Sejak 2008, saya fokus meneliti masalah korupsi. Saya lihat korupsi di Indonesia parah, tapi ternyata tidak ada apa-apanya dengan masalah IUUF. Ini jenis masalah yang dampaknya sangat luas dan masif," cetus Rimawan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (20/10).
Menurutnya, kasus-kasus tersebut selalu dibiarkan sebelum Presiden Joko Widodo menjabat. Berbagai kasus perbudakan, pencurian ikan oleh asing, hingga terkait bobot kapal dibiarkan begitu saja.
Rimawan menyebut sebanyak 18 ribu kapal yang bobotnya diturunkan (mark down) oleh para pemilik kapal menjadi di bawah 30 gross ton (GT).
Tujuannya, supaya pengajuan izin lebih mudah hanya ke tingkat daerah, tidak perlu membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan mendapat solar bersubsidi.
Dari jumlah tersebut pun, baru sekitar 250 kapal yang diukur ulang. PNBP pada tahun ini pun meningkat 56% dari ukur ulang tersebut.
"Bagaimana kalau seluruhnya sudah diukur ulang? Mungkin kenaikan PNBP itu bisa naik 8 kali lagi. Belum lagi kalau dikaitkan dengan perizinan," ungkap Rimawan.
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif sudah melihat adanya praktik kecurangan di sektor perikanan. Sejak 2000-2012, penerimaan negara dari sektor tersebut tidak sampai 1%.
"Bayangkan Indonesia adalah negara dengan panjang pantai terbesar di dunia, tetapi aneh penerimaan negara dari situ kurang dari 1%," cetus Laode.
Dia pun mengungkapkan hingga tahun lalu, masih ada 34% perusahaan pemilik kapal yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Karena itu, dia menduga ada praktik korupsi dan kongkalikong agar para pengusaha di sektor perikanan tidak perlu membayar kewajibannya kepada negara.
"Titik rawan untuk korupsi itu di pemberian izin. Kalau kapal 50 GT diberi ukurannya 30 GT, pasti ada suap. Atau, penerbitan regulasi yang tidak memadai. Bisa saja regulasi diakali. Akhirnya, negara mengeluarkan sesuatu untuk mengakomodasi kelakuan yang tidak sewajarnya," nilai Laode.
Di samping alasan-alasan tersebut, Laode berpendapat kementerian dan lembaga lain belum mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Tugas-tugas pemberantasan IUUF dinilainya harus dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, Kepolisian, TNI, hingga pemerintah daerah.
"Pengadilan perikanan harus diperkuat lagi. Dulu, sektor ini hanya dianggap halaman belakang. Padahal, kita negara poros maritim. Perlu kerja sama dengan seluruh pihak," pungkas Laode. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved